TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya merespons kondisi seorang warga Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, yang telah terbaring sakit menahun selama enam tahun.
Selain pengawalan layanan medis, Dinkes meminta jajaran Puskesmas membuka donasi sukarela untuk membantu kebutuhan dasar pasien yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam sistem layanan kesehatan formal.
Warga tersebut adalah Rusbandiyah (59), yang sejak sekitar enam tahun terakhir mengalami gangguan kesehatan serius.
Baca Juga:Di Perum Melati Mas Kota Tasikmalaya, 67 Anak Menjaga Cahaya Al-qur’an Dari Madena TahfizhJasa Usaha Sudah Tancap Gas, Retribusi Kota Tasikmalaya Masih Jalan Santai di 60 Persen
Keluhan awal berupa air kencing yang tampak keruh setiap kali buang air kecil.
Kondisinya terus menurun hingga akhirnya tidak mampu beraktivitas dan harus terbaring total.
Dalam kesehariannya, Rusbandiyah dirawat oleh sang suami, Dedi Rustandi (76), di ruang tamu rumah mereka yang sempit dan sekaligus difungsikan sebagai ruang perawatan.
Hampir seluruh kebutuhan dasar pasien—mulai dari makan, berpindah posisi, hingga membersihkan diri—harus dibantu sepenuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr. Asep Hendra Hendriana, MM, menegaskan bahwa pasien bukan tidak pernah mendapatkan layanan kesehatan.
Menurutnya, sekitar lima bulan lalu pihak Puskesmas telah melakukan pemeriksaan dan merujuk pasien ke rumah sakit.
“Kasus ini sudah dirujuk oleh Puskesmas. Tapi ini termasuk kasus spesialistik, yakni saraf terjepit di tulang belakang. Itu bukan menjadi tanggung jawab FKTP,” ujarnya, Selasa 23 Desember 2025.
Baca Juga:Parkir Tanpa Karcis di Kota Tasikmalaya Dievaluasi, Tarif Rp3.000 Masih Kalah Sama Rp2.000Relokasi UMKM atau Isolasi Dagang? Jalan HZ Mustofa Jadi Ujian Kebijakan di Kota Tasikmalaya
Ia menjelaskan, saraf terjepit di tulang belakang menyebabkan nyeri berkepanjangan hingga pasien tidak mampu duduk maupun berjalan.
Berdasarkan rekam medis, Rusbandiyah tercatat sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan pernah menjalani pemeriksaan lanjutan di rumah sakit.
Namun, penanganan saraf terjepit memiliki keterbatasan.
Operasi dinilai berisiko tinggi, sehingga terapi yang diberikan umumnya sebatas fisioterapi dan obat pereda nyeri.
“Kalau sarafnya tidak dibuka, nyerinya akan terus. Obat hanya membantu sementara. Begitu habis, nyeri muncul lagi,” jelasnya.
Dr. Asep menyebut obat-obatan yang diberikan rumah sakit telah habis sejak sekitar lima bulan lalu dan tidak berlanjut, sehingga kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan signifikan.
Terkait keluhan air seni keruh, ia menilai hal itu berkaitan dengan masalah asupan makanan dan minuman.
