Dua Kursi, Satu Nama dan Logika Sekda Kota Tasikmalaya yang Diuji Rasa Keadilannya!

Seleksi jabatan
Ilustrasi seleksi jabatan
0 Komentar

TASIKMALAYA,RADARTASIK.ID – Logika publik Kota Tasikmalaya bangun sedikit lebih lambat. Bukan karena kurang tidur. Tapi karena kaget.

Di papan seleksi ada calon kepala dinas, satu nama muncul dua kali. Mereka adalah kandidat yang ikut rencana suksesi di dua posisi jabatan tersebut yakni, Camat Tamansari Gatot Setyobudi. Dia mengikuti seleksi calon Kadiskominfo dan Sekretaris DPRD.

Kemudian Camat Cipedes Ridwan, dia mengikuti seleksi lowongan Staf Ahli dan Sekretaris DPRD.

Baca Juga:Hadapi Libur Panjang Tahun Baru, Polres Garut Pantau Jalan RusakPungutan Retribusi Pasar di Tasikmalaya Wajib Dihentikan, Prosedur Penagihan DLH Cacat Administrasi

Lalu Camat Kawalu Iing Sugriman, dia mengikuti seleksi Staf Ahli dan Sekretaris DPRD. Dan terakhir Camat Cibeureum Rahman SSOs yang mengikuti seleksi Staf Ahli dan Sekretaris DPRD.

Bukan salah cetak. Bukan pula salah lihat. Orang yang sama mengikuti wawancara untuk dua posisi kepala dinas.

Publik pun refleks mengucek mata. Lalu bertanya dalam hati: Ini seleksi jabatan, atau audisi bakat serba bisa?

Pertanyaan berikutnya lebih serius: apakah aparatur sipil negara di kota ini sudah sedemikian terbatas, sampai satu orang harus disiapkan untuk dua kursi sekaligus?

Logika awam bekerja sederhana. Jika satu kandidat bisa masuk dua pintu, berarti pintu lain sebenarnya kosong. Atau sengaja dikosongkan. Di sinilah nalar publik mulai bersitegang dengan nalar birokrasi.

Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya, Asep Goparullah, tentu tidak tinggal diam. Ia menjelaskan dengan bahasa yang rapi, dingin, dan penuh angka.

Katanya, semua berbasis manajemen talenta. Ada peringkat. Ada rumpun jabatan. Ada eviden kompetensi. Tidak bisa asal ambil nama. “Bukan enggak ada lagi. Tapi yang masuk peringkat memang itu-itu saja,” ujarnya.

Baca Juga:Gandara Group Meluaskan Jejak Kebaikan, dari Tasikmalaya ke Pangandaran!Retribusi Sampah Pasar di Tasikmalaya Terindikasi Ilegal, Penentuan WR Cacat Administrasi

Kalimat itu terdengar tenang. Bahkan meyakinkan. Tapi di telinga publik, kalimat itu seperti mengatakan: kalau bukan mereka, ya mereka lagi.

Sistemnya bernama Mata Resik. Katanya bersih. Jernih. Objektif. Semua dihitung dari akumulasi nilai: kinerja, asesmen, pengalaman, diklat, sertifikasi.

Lengkap. Seperti laporan keuangan. Masalahnya, publik tidak sedang mengaudit sistem. Publik sedang mencoba memahami akal sehatnya.

Sebab di logika jalanan, jika seseorang kalah di seleksi sebelumnya, ia masih tetap seorang ASN. Masih punya pengalaman. Masih bernapas. Masih layak dipanggil. Tapi anehnya, beberapa nama yang sempat masuk nominasi awal justru menghilang di tahap lanjutan.

0 Komentar