TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Polemik pungutan retribusi kebersihan di pasar-pasar tradisional Kota Tasikmalaya yang terindikasi cacat administrasi dan ilegal belum memiliki penjelasan pasti.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang melaksanakan penarikan retribusi pun melihat ada ruang abu-abu dalam regulasi yang diterapkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, Sandi Lesmana menegaskan bahwa persoalan tersebut tidak bisa dilihat secara sepihak dan membutuhkan pembenahan regulasi lintas sektor.
Pasalnya urusan ini melibatkan OPD lainnya, khususnya Dinas KUMKM Perindag.
Baca Juga:Kursi Kepala Diskominfo, Staf Ahli, dan Sekwan di Kota Tasikmalaya Segera Diisi! Beberapa Nama Dikirim ke BKNJukir Dishub di Kota Tasikmalaya Jadi Juru Pungli? Bayar Parkir Tanpa Karcis, Warga Bisa Lapor
“Karena ini kan harus dibenarkan juga dengan Indag. Saya mungkin harus lebih berdialog dengan stakeholder, supaya regulasi ini benar-benar dibicarakan dan sesuai dengan ketentuannya. Masing-masing juga punya aturan, ini harus berkolaborasi sesuai dengan kondisinya,” ujarnya kepada Radar, Rabu 17 Desember 2025.
Sandi menjelaskan, secara prinsip tugas DLH dalam pengelolaan sampah sudah jelas, yakni pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Terkait retribusi, pihaknya berpatokan pada tarif yang disesuaikan dengan kubikasinya.
“Kewajiban kita jelasnya kita mengangkut dari TPS ke TPA. Biayanya itu satu kubik Rp30.000,” kata dia.
Diakuinya, bahwa proses penarikan retribusi pun memang harus tertib secara administrasi dengan dasar regulasi yang pasti.
Jika besaran atau mekanisme pungutan tidak ditetapkan secara sah, maka praktik tersebut berpotensi menyalahi aturan.
“Kalau misalnya penetapannya tidak sah, ya tidak bisa segitu. Ini harus ada aturan yang lebih detail lagi supaya tidak masuk wilayah abu-abu tadi,” ujarnya.
Ia menilai, selama ini masih terdapat kebingungan di lapangan, termasuk di tingkat unit pelaksana teknis daerah (UPTD), terkait siapa yang berwenang menarik retribusi dan untuk objek apa.
Baca Juga:Hipnotis Politik!Mata Sehat, Masa Depan Terlihat: Gerakan Dinkes Kota Tasikmalaya
“Ini harus dibenerin. Harus dijelaskan ciri-cirinya, sehingga misalnya tadi kan UPTD-nya juga nyari retribusi,” kata Sandi.
Sandi juga menyinggung adanya perbedaan jenis pungutan yang berlaku di pasar.
“Yang WR itu kan untuk lapak kaki lima. Sama yang di bawah UPTD kan Hipatas,” ujarnya.
Menurut Sandi, kunci penyelesaian persoalan ini terletak pada penyusunan aturan turunan dari peraturan daerah (Perda) yang sudah ada.
