RADARTASIK.ID – Terpuruk di posisi juru kunci dan belum sekalipun meraih kemenangan, Fiorentina kini berada di tepi jurang degradasi.
Ancaman degradasi yang kini menghantui Fiorentina bukan sekadar statistik atau hasil buruk semata.
Situasi ini memunculkan kembali trauma lama musim 1992/1993, ketika La Viola mengalami petaka yang hingga kini masih membekas di benak tifosi.
Baca Juga:Jurnalis Italia: Juventus Tidak Dijual, AC Milan Butuh Striker Tajam jika Ingin ScudettoJoe Jordan: “Hiu” AC Milan yang Terkenal karena Ribut dengan Gattuso
Pada musim itu, Fiorentina memiliki skuad yang di atas kertas tampak mustahil jatuh ke Serie B.
Gabriel Batistuta menjadi ikon di lini depan, didampingi nama-nama besar seperti Brian Laudrup, Stefan Effenberg, dan Ciccio Baiano.
Optimisme tinggi menyelimuti Artemio Franchi, namun perlahan berubah menjadi kecemasan.
Musim berjalan kacau. Inkonsistensi performa, pergantian pelatih, serta tekanan ekspektasi membuat Fiorentina terjebak di papan bawah.
Kemenangan sulit diraih, dan setiap pekan justru menambah beban psikologis tim.
Meski Batistuta tetap produktif dan menjadi tumpuan utama, kontribusi individu tak cukup untuk menyelamatkan tim secara kolektif.
Hingga akhir musim, Fiorentina finis di peringkat ke-16 Serie A dan resmi terdegradasi.
Sebuah kejatuhan yang terasa tak masuk akal, sekaligus menjadi bukti bahwa nama besar dan kualitas pemain bukan jaminan keselamatan ketika situasi krisis tak segera diatasi.
Baca Juga:Diberi Nilai 5,5 oleh Media Italia, Ciro Ferrara Kecam Penampilan Jonathan DavidMantan Pemain Juventus Sarankan Kenan Yildiz Pelajari Sejarah Del Piero: Hal Terpenting Adalah Mencetak Gol
Ironisnya, dari tragedi itu lahir salah satu kisah paling dikenang dalam sejarah klub. Batistuta memilih bertahan di Serie B, menolak meninggalkan Fiorentina di masa sulit.
Loyalitas tersebut berbuah manis: La Viola langsung promosi kembali ke Serie A pada musim berikutnya.
Kini, seperempat abad berselang, bayang-bayang masa lalu kembali menghantui.
Dengan kondisi Fiorentina yang kembali terpuruk dan tertinggal dari zona aman, sejarah seakan memberi peringatan keras: jika tim sekelas Fiorentina 1992/1993 saja bisa terdegradasi, maka ancaman serupa hari ini bukan sesuatu yang mustahil, kecuali ada reaksi cepat sebelum semuanya terlambat.
Sejarah Serie A mencatat, Fiorentina bukan satu-satunya klub besar yang terjerumus ke jurang degradasi secara tak terduga.
Kisah serupa berulang di berbagai era. Verona pada musim 2001/2002 terdegradasi meski memiliki nama-nama seperti Adrian Mutu, Mauro German Camoranesi, Massimo Oddo, dan Alberto Gilardino (meski hanya setengah musim).
