“Pengabdian tidak boleh dibayar dengan ketidakpastian. Loyalitas tidak pantas dibalas dengan ketidakjelasan,” ujarnya.
Banyak dari mereka, kata Aris, sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun, tetapi hanya menerima upah yang bahkan tidak sampai Rp 1 juta per bulan, bahkan ada yang hanya Rp 200.000.
Angka itu tentu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, termasuk makan sehari-hari dan biaya sekolah anak.
Baca Juga:GP Ansor Kabupaten Tasikmalaya Kuatkan Kader, Gelar Konsolidasi Organisasi di Enam ZonaAnggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya Aldira Yusup Soroti Penutupan Tambang Emas: WPR Belum Dirasakan Rakyat!
“Ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi kebijakan pengupahan bagi PPPK paruh waktu, terutama yang gajinya jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),” ujar Aris.
Ia berharap pemerintah segera turun tangan, tidak hanya melalui bantuan perbaikan rumah, tapi juga dengan meninjau kembali sistem penggajian PPPK paruh waktu agar lebih manusiawi.
“Bagaimana mungkin seorang abdi negara bisa fokus melayani masyarakat jika kesejahteraannya sendiri terabaikan,” tandasnya. (obi)
