BANJAR, RADARTASIK.ID – Di balik rimbun kebun karet Batulawang, tersimpan jejak masa lalu yang masih menyisakan misteri.
Di Blok Citapen, Dusun Tundagan, Desa Batulawang, Kecamatan Pataruman, sebuah batu prasejarah yang dikenal sebagai Batu Kasur kembali menarik perhatian warga.
Uniknya, batu tersebut dapat mengeluarkan bunyi ketika dipukul, seolah menyimpan suara dari ribuan tahun silam.
Baca Juga:Developer di Wilayah Jawa Barat Tiba-Tiba Harus Menghentikan Napas!Update Kasus Endang Juta, Jaksa Bacakan Tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung Besok!
Bagi sebagian masyarakat, Batu Kasur bukan sekadar bongkahan batu biasa. Keberadaannya kerap dikaitkan dengan legenda Sangkuriang.
Konon, batu itu merupakan peninggalan Sangkuriang yang terjatuh saat hendak diserahkan kepada Dayang Sumbi.
Kisah tersebut disampaikan budayawan Desa Batulawang, Ki Demang Wangsafyudin, yang merujuk pada catatan sejarah Jawa Barat.
Ia menyebutkan, kisah Batu Kasur tercantum dalam buku sejarah Jawa Barat karya Profesor Yosef Iskandar berjudul Yuganing Rajakawasa.
Dalam catatan tersebut, Batu Kasur disebut berasal dari masa mesolitikum atau zaman batu madya, sebuah periode perkembangan teknologi manusia yang diperkirakan terjadi antara 10 ribu hingga 40 ribu tahun lalu, akibat letusan gunung berapi dari dataran tinggi Bandung.
“Pada masa orde baru sekitar tahun 1965-an, Batu Kasur masih terjaga kemurnian dan keasliannya, tertata seperti benteng pertahanan. Jika dilihat bagus sekali, karena memiliki nilai magic yang kuat dan sering dijadikan tempat untuk bertapa,” ucapnya, Selasa (16/12/2025).
Namun, seiring waktu, kawasan Batu Kasur mulai mengalami perubahan. Menurut Ki Demang, eksploitasi mulai terjadi pada 1969, saat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy membangun Bendungan Dobo di wilayah Pataruman.
Baca Juga:Tasikmalaya Sudah Dipanggil Jawara, Tinggal Membuktikan Digitalnya Sampai ke Desa atau Berhenti di Panggung!Uang Tahun 2024 Sebesar Rp 51,9 Miliar di Kota Tasikmalaya Jalan-Jalan Tanpa Peruntukan!
Pembangunan kemudian berlanjut dengan Bendungan Manganti pada 1971 hingga 1980, serta berbagai infrastruktur lain yang memanfaatkan batu-batu dari kawasan tersebut.
Padahal, jauh sebelum itu, Batu Kasur telah dikenal luas oleh warga setempat.
Batu-batu di kawasan tersebut bahkan kerap dimanfaatkan masyarakat yang akan menggelar hajatan, khususnya untuk keperluan tarian ronggeng gunung.
Batu-batu itu berada di bawah air terjun atau curug di area perkebunan karet.
Sejak dulu, batu yang kerap disebut sebagai batu gamelan itu sudah ada. Namun, selepas tahun 1970-an, batu-batu tersebut tiba-tiba menghilang. Kini, menurut informasi yang diterima Ki Demang, batu-batu tersebut telah ditemukan kembali.
