TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang disuarakan Presiden Prabowo Subianto dan Partai Golkar menuai beragam respons.
Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Wahid, menilai mekanisme pemilihan kepala daerah, baik secara langsung oleh rakyat maupun melalui DPRD, sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Menurut Wahid yang juga Ketua DPC PKB ini, DPRD pada dasarnya merupakan representasi masyarakat.
Baca Juga:DKK Kota Tasikmalaya Satukan Seni dan Budaya, Bidik Generasi Z Lewat Kolaborasi KekinianPulang Dini Hari, Dua Pelajar di Kota Tasikmalaya Diduga Jadi Korban Pengeroyokan Geng Motor
Namun, dalam konteks pemilihan kepala daerah, terdapat perbedaan pendekatan dibandingkan dengan pemilihan wakil rakyat.
“Kalau DPRD kan representasi masyarakat. Tapi ketika bicara kepala daerah, masyarakat kadang ingin memilih langsung sosok pemimpinnya,” ujar Wahid saat dikonfirmasi Minggu 14 Desember 2025.
Ia menyebut salah satu kelebihan pemilihan kepala daerah oleh DPRD adalah dari sisi efisiensi anggaran.
Menurutnya, pelaksanaan pilkada langsung membutuhkan biaya besar, terutama untuk kebutuhan logistik.
“Kalau dari sisi efisiensi anggaran, pemilihan oleh DPRD tentu lebih hemat. Logistik pilkada langsung itu besar,” katanya.
Namun demikian, Wahid mengakui bahwa pilkada langsung juga telah melahirkan sejumlah kepala daerah dengan kinerja baik karena benar-benar dipilih oleh rakyat.
Di sisi lain, ia tak menampik adanya daerah yang kualitas kepemimpinannya menurun akibat dugaan praktik politik uang.
Baca Juga:Ketika Batik dan Musik Bertemu di Kota Tasikmalaya, Cerita Malam Kedua Priangan Bamboo FestivalMuslimah Kota Tasikmalaya Cari Ruang Aman Emosional
“Tidak bisa digeneralisasi. Ada kepala daerah hasil pilkada langsung yang kinerjanya bagus karena memang dikehendaki masyarakat. Tapi ada juga yang kualitasnya kurang karena faktor money politics,” tegasnya.
Terkait efektivitas pemerintahan, Wahid menilai pemilihan kepala daerah oleh DPRD berpotensi menciptakan sinergi yang lebih kuat antara eksekutif dan legislatif.
Sebab, kepala daerah yang terpilih biasanya didukung mayoritas partai di DPRD.
“Kalau dipilih oleh DPRD, kemungkinan besar sinergi antara DPRD dan kepala daerah akan lebih mudah karena didukung mayoritas,” tambahnya.
Sebaliknya, dalam pilkada langsung, kepala daerah bisa saja terpilih meski hanya didukung partai kecil atau melalui jalur independen.
Kondisi tersebut, menurut Wahid, berpotensi menimbulkan ketidaksejalanan kebijakan dengan DPRD.
“Kadang kepala daerah dipilih masyarakat, tapi dukungan di DPRD minim. Ini bisa membuat jalannya pemerintahan kurang sejalan,” jelasnya.
