Begini Tanggapan Akademisi, Aktivis Demokrasi, Hingga Wali Kota Banjar Soal Wacana Pilkada Tidak Langsung

Pilkada tidak langsung
Ketua STISIP Bina Putera Banjar Tina Cahya Mulyatin (kiri) dan Wali Kota Banjar H Sudarsono (kanan) saat diwawancarai Radartasik.id pekan kemarin. (Anto Sugiarto/radartasik.id)
0 Komentar

BANJAR, RADARTASIK.ID – Wali Kota Banjar H Sudarsono turut menanggapi wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

Dia mengatakan selama wacana itu masih berada pada tataran perdebatan elit partai di tingkat pusat, dinamika pro dan kontra akan terus terjadi.

Namun, ia menegaskan sikapnya akan mengikuti keputusan negara apabila kebijakan tersebut telah ditetapkan secara resmi.

Baca Juga:Benarkah Ada Peran "Ketua Para Pemuda" di Balik Proyek Padel Bermasalah Kota Tasikmalaya!Jalan Panjang Unsil Tasikmalaya Menuju Fakultas Kedokteran Akan Dimulai!

“Setelah jadi kebijakan dan sudah dalam bentuk undang-undang (kebijakan), kita sebagai kader partai dan kepala daerah (walikota) akan tegak lurus keputusan negara,” ucapnya, Sabtu (13/12/2025).

Menurutnya, wacana tersebut memiliki sisi positif, namun tetap harus dikaji secara mendalam dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang mungkin timbul di kemudian hari. Karena itu, isu tersebut perlu menjadi perhatian bersama.

Sementara itu, Ketua STISIP Bina Putera Banjar Tina Cahya Mulyatin SIp MSi menilai jika wacana tersebut direalisasikan justru menjadi sebuah kemunduran demokrasi karena pernah diterapkan sebelumnya.

“Demokrasi itu demokrotos dari rakyat, tentu setuju jika pemilihan masih dipilih oleh masyarakat tapi harus ada perbaikan. Yakni para pemilih diarahkan jadi pemilih cerdas dan hindari money politic,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama praktik politik uang masih terjadi, potensi lahirnya pemimpin yang korup tetap besar. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan semua pihak untuk mengantisipasi hal tersebut.

Dari sisi implikasi hukum, Tina menilai penerapan pemilihan melalui DPRD akan membutuhkan perubahan regulasi, dengan salah satu dampaknya adalah penghematan anggaran. Namun demikian, menurutnya perlu dikaji lebih jauh dampak lain yang mungkin justru lebih besar.

“Kalau itu dilakukan, apa dampak lainnya akan lebih besar? Jika dilihat di DPRD-nya, apakah semua anggota mewakili rakyat atau tidak. Maka perlu dikaji dan di analisis,” pungkasnya.

Baca Juga:Padel yang Menggelisahkan: Izin Belum Keluar, Bangunan Sudah Berdiri di Kota TasikmalayaMampir ke Bambu Apus!

Ia menegaskan, tidak ada alternatif lain selain tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung dan demokratis.

Untuk meminimalisir praktik politik uang, pihaknya telah dua kali mengadakan sekolah demokrasi agar masyarakat menjadi pemilih yang cerdas.

Harapannya, masyarakat dapat menentukan pilihan sesuai keyakinan dengan kesadaran penuh. Selain itu, peran partai politik juga dinilai penting mengingat secara hukum proses kepemimpinan masih didominasi oleh parpol.

0 Komentar