Tanpa adanya kejelasan hukum atau administrasi, mekanisme ini menurutnya akan merugikan pada pedagang atau pemerintah. Karena pada dasarnya biaya yang bayar oleh pedagang tidak sesuai dengan yang masuk kas daerah. “Pedagang kan seharusnya bisa membayar lebih rendah, kalau memang pedagang siap dengan biaya segitu pun, seharusnya itu jadi pendapatan daerah semuanya,” tuturnya.
Disinggung ada biaya operasional menghimpun penarikan dari pedagang setiap harinya, ditambah dengan pengangkutan sampah dari pedagang ke TPS, Mugni menilai itu boleh saja dilakukan. Asalkan ada kerja sama yang jelas supaya tidak memicu masalah hukum dan konflik di lapangan. “Kalau ada MoU (memorandum of understanding) kan jelas hak dan kewajibannya, baik warga pasar, pengelola termasuk DLH,” tuturnya.
Namun menurutnya, urusan retribusi sampah itu akan lebih efektif ketika dipegang oleh UPTD Pasar Resik selaku penanggungjawab resmi. Sehingga tidak perlu ada biaya operasional lainnya karena mereka bisa digaji oleh pemerintah tanpa membebankan biaya tambahan kepada pedagang. “Mekanismenya lebih sederhana, ada kejelasan hukum dan administrasinya juga,” tandasnya.(rangga jatnika)
