TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Peraturan Wali Kota (Perwalkot) Tasikmalaya Nomor 84 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum kembali menuai sorotan.
Setelah lebih dari 14 tahun tak tersentuh revisi, aturan ini dinilai sudah kedaluwarsa dan menjadi akar berbagai persoalan kebijakan parkir di Kota Tasikmalaya.
Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Heri Ahmadi, menyebut Perwalkot lama tersebut tidak lagi relevan dengan dinamika pengelolaan parkir saat ini.
Baca Juga:Pemkot Tasikmalaya Mulai Susun RKPD 2027, Arah Kebijakan Ditekankan pada Ekonomi dan Layanan PublikGotong Royong Menjawab Kekosongan Negara di Kabupaten Tasikmalaya: Cerita dari Kertaraharja dan Purwarahayu
Salah satu dampaknya terlihat pada penerapan kebijakan Tanpa Karcis, Parkir Gratis yang memicu kebingungan di lapangan.
“Ini harus diperbaiki. Perwalkot itu kewenangannya wali kota bersama Bagian Hukum. Aturannya sudah dari 2011, terlalu lama,” ujar Heri usai audiensi di Ruang Banggar DPRD, Rabu 10 Desember 2025.
Menurut politisi PKS itu, persoalan yang terjadi bukan semata kesalahan petugas Dinas Perhubungan (Dishub) atau juru parkir.
Kebijakan Tanpa Karcis, Parkir Gratis sejatinya mengatur bahwa jukir wajib memberikan karcis resmi.
Jika karcis tidak diberikan, maka pengguna berhak parkir gratis.
Namun, implementasi di lapangan berjalan tanpa persiapan matang karena regulasi pendukung sudah usang dan sosialisasi minim.
“Harusnya ada sosialisasi dulu. Ruas mana yang pakai karcis dan mana yang tidak harus jelas. Sekarang ada orang mau bayar, tapi jukirnya tidak punya karcis. Itu karena karcisnya belum siap,” tegasnya.
Kondisi tersebut membuat masyarakat bingung, jukir kehilangan kepastian, dan Dishub kesulitan melakukan pengawasan.
Baca Juga:Enam DPC PDI Perjuangan Dilantik Serentak di Kota Tasikmalaya, Garut Menyusul?Kasus Perundungan Remaja Perempuan di Kota Tasikmalaya, Empat Terduga Pelaku Resmi Jadi Tersangka
Bagi DPRD, situasi ini menjadi bukti mendesaknya pembaruan Perwalkot parkir di Kota Tasikmalaya.
Heri juga menilai Perwalkot lama menghambat optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).
Ia mencontohkan potensi penerapan sistem parkir berlangganan bulanan yang selama ini sulit diwujudkan karena keterbatasan payung hukum.
“Motor di Kota Tasikmalaya itu sekitar 40 ribu. Kalau satu hari Rp1.000 saja, sebulan bisa Rp12 miliar,” ungkapnya.
Angka tersebut jauh melampaui target retribusi parkir saat ini yang hanya sekitar Rp2 miliar dan kerap tak tercapai.
“Sekarang targetnya kecil, dua miliar pun tidak pernah tercapai. Padahal potensi bisa enam kali lipat lebih besar,” tegas Heri.
