Retribusi Sampah Pasar Cikurubuk: Ribuan Pedagang, Setumpuk Sampah, dan PAD yang Menguap!

Retribusi sampah pasar cikurubuk
Dokumentasi pengangkutan sampah di Pasar Cikurubuk saat terjadi penumpukan pada Juni 2025 lalu.
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pada pagi hari, saat matahari baru mengintip di balik bangunan tua Pasar Cikurubuk, tumpukan sayur, plastik, daun kol, dan sisa kardus sudah menumpuk di titik penampungan sampah.

Pedagang sibuk menata dagangan, pembeli menawar harga dan di pojok pasar, truk pengangkut sampah mencoba mengejar waktu, meski sering kali terlambat beberapa jam dari jadwal.

Pasar Cikurubuk bukan sekadar pasar induk. Ia jantung sirkulasi komoditas Kota Tasikmalaya. Sebuah kawasan yang berdenyut kuat setiap hari, dihuni lebih dari 2.770 pedagang resmi, ditambah PKL dan pelapak di sekitar pasar HPKP yang membuat jumlah riilnya mendekati 4.000 pedagang.

Baca Juga:Tanpa Karcis, Parkir Gratis! Jadi Komedi Akhir Tahun Dishub Kota TasikmalayaTim Futsal UIN SGD Bandung Punya DNA Juara, Tinggal Jaga Mental dan Kekompakan!

Dengan produksi sampah yang tidak main-main, seperti diakui banyak pihak, satu pertanyaan menggantung kuat:Mengapa potensi retribusi sampah pasar sebesar itu hanya menghasilkan PAD sekitar Rp 12 juta per bulan?

Dalam laporan resmi yang diterima Radar, retribusi sampah dari Pasar Cikurubuk rata-rata hanya menghasilkan Rp 12 juta per bulan. Angka kecil jika dibandingkan dengan aktivitas perdagangan yang masif, apalagi dengan jumlah pedagang yang mencapai ribuan.

Jika dibagi rata, setiap pedagang seolah hanya membayar Rp 3.000 per bulan—setara satu gorengan setengah basah di pinggir jalan.

Padahal biaya retribusi pasar tidak dikenakan per pedagang, melainkan secara kelompok. Pembayaran dilakukan melalui pengurus kawasan yang mewakili seluruh pedagang.

“WR (Wajib Retribusi) di Pasar Cikurubuk itu bukan per pedagang, tapi pengurus kawasan,” ujar Kabid Pengelolaan Sampah DLH Kota Tasikmalaya, Feri Arif Maulana kepada Radar, Selasa 9 November 2025.

Secara regulasi, retribusi untuk pasar dihitung Rp 30.000 per kubik, bukan tarif flat seperti permukiman. Maka perhitungan total bergantung pada volume sampah yang diangkut bisa naik, bisa turun.

DLH mencatat kisaran biaya bulanan berada di angka Rp 9–14 juta, yang kemudian dibuat rata-rata di Rp 12 juta.

Baca Juga:Parkir di Kota Tasikmalaya Harusnya Digratiskan! Perwalkot yang Salah Tidak Layak DiterapkanPMI Garut Kirim Personel ke Aceh untuk Bantu Penanggulangan Bencana

Satu hal mengejutkan diakui Feri, tidak semua sampah pasar benar-benar dibuang di pasar. “Realitanya seperti itu, warga dari luar ada yang buang sampah di sana,” katanya.

Artinya, sebagian sampah yang tampak menumpuk di pasar bukan milik pedagang, namun kiriman dari permukiman sekitar.

0 Komentar