Ketika Bonus Menjadi Milik yang Ramai: KONI Terkesan Diskriminasi Cabor di Kota Tasikmalaya!

diskriminasi bonus atlet di Kota Tasikmalaya
Angga Yogaswara, Anggota DPRD Kota Tasikmalaya. rezza rizaldi / radartasik.id
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Wajah pembinaan olahraga di Kota Tasikmalaya tengah disorot.

Prestasi atlet seolah memiliki dua perlakuan berbeda: satu dirayakan dengan gegap gempita dan bonus besar, sementara lainnya sunyi tanpa apresiasi, meski sama-sama mengharumkan nama daerah.

Sorotan itu menguat setelah Ketua KONI Kota Tasikmalaya Anton Suherlan memberikan bonus Rp25 juta kepada Persikotas yang menjuarai Piala Gubernur Liga 4 Seri 1 Jawa Barat.

Baca Juga:Gotong Royong Menjawab Kekosongan Negara di Kabupaten Tasikmalaya: Cerita dari Kertaraharja dan PurwarahayuEnam DPC PDI Perjuangan Dilantik Serentak di Kota Tasikmalaya, Garut Menyusul?

Penyerahan bonus berlangsung meriah dan dipublikasikan luas, menegaskan kemenangan tersebut sebagai kebanggaan kota.

“Prestasi Persikotas harus diapresiasi,” ujar Anton dalam pernyataan resminya kala itu.

Bonus pun digelontorkan cepat, seolah menjadi standar penghargaan bagi atlet berprestasi di Kota Tasikmalaya.

Namun standar itu dinilai tidak berlaku merata.

Di waktu yang hampir bersamaan, atlet Pertina Kota Tasikmalaya justru menorehkan prestasi di level nasional.

Mereka membawa pulang medali emas, perak, dan perunggu dari kejuaraan tinju amatir tingkat nasional—level yang bahkan melampaui kompetisi regional.

Sayangnya, tak ada bonus, tak ada seremoni, bahkan ucapan resmi pun absen. Prestasi tersebut seolah berlalu tanpa perhatian.

“Kami menyumbangkan medali untuk Kota Tasikmalaya, tapi perhatian dari wali kota maupun KONI minim sekali,” kata Angga Yogaswara, Anggota DPRD sekaligus pengurus Pertina Kota Tasikmalaya, Selasa 9 Desember 2025.

Baca Juga:Kasus Perundungan Remaja Perempuan di Kota Tasikmalaya, Empat Terduga Pelaku Resmi Jadi TersangkaKejar-kejaran di Jalan HZ Mustofa Kota Tasikmalaya, Polisi Amankan Remaja Bersenjata 

Kondisi itu memunculkan kesan adanya ketimpangan perhatian antar cabang olahraga (cabor).

Sejumlah sumber internal menyebut, cabor dengan basis massa besar kerap mendapat prioritas lebih besar, baik dalam dukungan maupun apresiasi.

Sepak bola, dengan daya tarik publik yang kuat, hampir selalu menjadi pusat sorotan. Sementara tinju dan cabor lain yang minim penonton—meski berprestasi—sering terpinggirkan.

“Kalau sepak bola pasti disorot. Cabor lain, walaupun juara, kalau tidak ada yang bersuara ya tenggelam,” tutur seorang pengurus olahraga yang enggan disebutkan namanya.

Akibatnya, pemberian bonus dinilai bukan berbasis prestasi semata, melainkan popularitas dan kepentingan pencitraan.

Ironisnya, Pertina Kota Tasikmalaya mengaku selama ini tidak membebani anggaran pemerintah daerah.

Biaya operasional, perlengkapan, hingga akomodasi atlet sepenuhnya ditanggung pengurus.

0 Komentar