Rencana yang Tak Pernah Sampai
Ironinya, ruas jalan tersebut disebut-sebut pernah masuk daftar pembangunan Kabupaten Tasikmalaya.
Namun rencana itu menguap. Entah tersisih oleh kepentingan lain atau tergerus keterbatasan anggaran daerah yang kerap dilabeli defisit.
Yang jelas, masyarakat tak pernah benar-benar mendapatkan penjelasan.
Tahun demi tahun berlalu. Lebih dari 13 tahun warga bertahan dengan kondisi jalan yang sama.
Hingga akhirnya mereka berhenti berharap, dan memilih mengandalkan kekuatan kolektif.
Lebih dari Sekadar Memperbaiki Jalan
Baca Juga:Enam DPC PDI Perjuangan Dilantik Serentak di Kota Tasikmalaya, Garut Menyusul?Kasus Perundungan Remaja Perempuan di Kota Tasikmalaya, Empat Terduga Pelaku Resmi Jadi Tersangka
Apa yang dilakukan masyarakat Kertaraharja dan Purwarahayu sesungguhnya melampaui urusan infrastruktur.
Jalan yang mereka bangun menjadi simbol harga diri dan kemandirian desa.
Mereka menunjukkan bahwa solidaritas sosial mampu menutup celah yang ditinggalkan negara.
Bahwa kebersamaan bisa menjadi modal pembangunan yang tak tercatat dalam APBD mana pun.
Jika banyak wilayah di Kabupaten Tasikmalaya mengalami persoalan serupa, maka dua desa ini layak disebut cermin sekaligus pengingat.
Bukan untuk menormalisasi absennya pemerintah, melainkan untuk menunjukkan betapa kuatnya masyarakat ketika dipaksa bertahan sendiri.
Kertaraharja dan Purwarahayu menegaskan satu hal penting:
Selama gotong royong masih hidup, desa akan terus bergerak—bahkan ketika negara berjalan tertatih.
Baca Juga:Kejar-kejaran di Jalan HZ Mustofa Kota Tasikmalaya, Polisi Amankan Remaja Bersenjata Kasus Perundungan Remaja di Tasikmalaya, Kapolres: Empat Terduga Pelaku Masih Didalami
Dan jalan yang mereka ratakan dengan keringat itu akan selalu mengingatkan, bahwa kekuatan terbesar masyarakat bukanlah proyek, melainkan kebersamaan. (rls)
