Untuk menekan risiko tersebut, BPBD bersama pemerintah daerah telah melakukan sejumlah upaya penanganan, di antaranya rehabilitasi dan konservasi melalui penghijauan kembali atau reboisasi di kawasan hulu dan daerah resapan air dengan melibatkan instansi terkait. Selain itu, dilakukan penertiban lahan dengan menindak aktivitas ilegal seperti pembalakan dan pertambangan.
Upaya lainnya adalah normalisasi sungai dengan melakukan pengerukan dan pelebaran badan sungai serta penertiban bangunan di sempadan sungai.
“Membangun infrastruktur mitigasi seperti Early Warning System (EWS) di daerah aliran sungai dan memasang rambu/papan peringatan bencana,” katanya.
Baca Juga:UIN SGD Bandung Perkasa di Regional Nasional, Bantai Atma Jaya 5–2 dan Sempurna di Grup B!SMPN 2 Kota Tasikmalaya: Dari Halaman Sekolah ke Panggung Penghargaan Adiwiyata Mandiri 2025!
Abud menuturkan, siklus bencana alam yang paling sering terjadi di Kabupaten Garut, terutama bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrem, umumnya terjadi saat curah hujan tinggi pada musim hujan. Berdasarkan data BMKG, puncak musim hujan diperkirakan berlangsung pada Desember 2025 hingga April 2026.
“Kabupaten Garut melalui Surat Keputusan Bupati Garut Nomor 100.3.3.2/KEP.475-BPBD/2025 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Bencana Banjir, Banjir Bandang, Cuaca Ekstrem, Gelombang Ekstrem dan Abrasi serta Tanah Longsor sejak 06 Oktober 2025 hinggal 30 April 2026,” katanya.
Ia juga menerangkan, bencana alam terbesar dan paling berdampak di Kabupaten Garut adalah banjir bandang Sungai Cimanuk yang terjadi pada 20 September 2016. Bencana tersebut terjadi sangat cepat akibat curah hujan ekstrem di wilayah hulu serta kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk.
Kerawanan bencana di Kabupaten Garut sendiri bervariasi, tergantung jenis bencananya. Berdasarkan data Kajian Risiko Bencana dan catatan historis kejadian, wilayah rawan banjir dan banjir bandang meliputi Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kidul, Bayongbong, Cilawu, Cisurupan, Banyuresmi, Karangpawitan, Cikajang, serta kecamatan di sepanjang DAS Cimanuk.
Wilayah rawan gerakan tanah atau longsor berada di Kecamatan Cisurupan, Cikajang, Banjarwangi, Talegong, Pakenjeng, Singajaya, serta wilayah Garut Selatan yang memiliki topografi perbukitan terjal. Sementara itu, wilayah rawan tsunami meliputi seluruh kecamatan pesisir selatan, yakni Cikelet, Pamengpeuk, Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Cibalong, dan Cisompet.
Ia menambahkan, sepanjang tahun 2025 hingga November telah terjadi 540 kejadian bencana alam di Kabupaten Garut yang didominasi oleh tanah longsor. “Tanah longsor sebanyak 275 kejadian disusul cuaca ekstrem sebanyak 156 kejadian,” pungkasnya.
