Dari Tangan Kecil Anak TK, Warisan Anyaman Bambu Kota Tasikmalaya Diperkenalkan Kembali

outing class TK di sentra anyaman bambu Kota Tasikmalaya
Anak-anak TK belajar menganyam bambu di sentra Parakanhonje, Indihiang, sambil melihat langsung bagaimana proses kerajinan tradisional dibuat, Sabtu 6 Desember 2025. ayu sabrina / radar tasikmalaya
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Riuh tawa anak-anak TK Tunas Sukamaju terdengar berpadu dengan bunyi gesekan bilah bambu di sentra anyaman Parakanhonje, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Sabtu 6 Desember 2025.

Tangan-tangan kecil itu mencoba mengikuti arah, meniru gerak perlahan para perajin yang telah puluhan tahun menekuni anyaman bambu, sebuah warisan budaya yang nyaris senyap dimakan zaman.

Kegiatan outing class tersebut sengaja dirancang bukan sekadar rekreasi.

Di hadapan anak-anak usia dini itu, terhampar cerita panjang tentang kearifan lokal Kota Tasikmalaya yang telah hidup lebih dari satu abad.

Baca Juga:Dalam Hitungan Jam, Donasi Terkumpul Rp326 Juta! Tasik Santun Peduli Bencana Sumatera, Aceh dan PalestinaViral! Pasangan Ngamuk di Pinggir Simpang Nagarawangi Kota Tasikmalaya

Anyaman bambu Parakanhonje tumbuh sejak sekitar 100 tahun lalu, mencapai masa keemasan pada era 1970-an hingga akhir 1990-an.

Kala itu, hasil anyaman menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bahkan dikenal luas lewat budaya populer, termasuk lokasi pengambilan gambar film Si Kabayan Sabakota pada 1990-an.

Waktu memang mengubah banyak hal. Aktivitas sentra anyaman tak lagi seramai dulu.

Namun denyutnya belum benar-benar padam.

Hingga kini, kerajinan bambu masih menjadi penopang ekonomi warga, terutama kaum perempuan.

Sekitar 80 persen ibu-ibu di sekitar sentra memiliki keterampilan menganyam, menjadikannya sumber penghasilan tambahan di sela aktivitas rumah tangga.

Kepala TK Tunas Sukamaju, Wawas Waslia, S.Pd.AUD, mengatakan outing class ini menjadi cara sederhana namun bermakna untuk mendekatkan anak-anak dengan lingkungan dan budayanya sendiri.

“Kami ingin anak-anak mengenal anyaman sebagai kearifan lokal daerah mereka. Mereka bisa melihat langsung prosesnya, hasilnya, dan memahami bahwa dari budaya inilah banyak produk dihasilkan,” ujarnya.

Baca Juga:Gagal Kabur! Para Terduga Perundungan Remaja Tasikmalaya Diciduk Polisi di CigalontangSoroti Ancaman Stunting Baru, Diky Candra Dorong Kolaborasi OPD di Kota Tasikmalaya

Di hadapan siswa-siswinya, topi, dompet, hingga berbagai produk anyaman lainnya diperlihatkan satu per satu.

Bagi Wawas, sentra Parakanhonje bukan sekadar tempat produksi, tetapi ruang belajar sejarah yang hidup dan nyata, yang justru lebih mudah dipahami anak-anak lewat pengalaman langsung.

Di lokasi, anak-anak dibimbing langsung oleh Ani, pemilik sentra anyaman sekaligus generasi kedua penerus usaha keluarga.

Dengan sabar, ia mengajarkan langkah-langkah dasar menganyam, mulai dari cara memegang bilah bambu hingga mencoba pola paling sederhana.

0 Komentar