Hendra menambahkan, para penambang justru ingin beroperasi secara legal dan sanggup memenuhi kewajiban biaya apabila mekanisme perizinan sudah jelas dan dapat diakses.
Salah satu kendala utama yang hingga kini menghambat terbitnya IPR, menurut Hendra, adalah belum rampungnya dokumen acuan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) Pasca Tambang Dalam. Padahal dokumen itu merupakan persyaratan teknis penting dalam proses penerbitan IPR.
“Setelah aksi APRI bersama para penambang beberapa waktu lalu, ESDM Jabar menyatakan masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan dokumen NSPK tersebut. Namun semakin lama dokumen itu tertunda, semakin banyak penambang rakyat yang berisiko terjerat persoalan hukum,” ungkapnya.
Baca Juga:GP Ansor Kabupaten Tasikmalaya Kuatkan Kader, Gelar Konsolidasi Organisasi di Enam ZonaAnggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya Aldira Yusup Soroti Penutupan Tambang Emas: WPR Belum Dirasakan Rakyat!
Ia menegaskan bahwa masalah ini tidak hanya menyangkut regulasi semata, tetapi juga menyangkut keberlangsungan mata pencaharian ribuan warga.
“Penataan tambang tidak bisa berhenti pada penegakan hukum saja. Pemerintah harus hadir memberi solusi. Semua pihak, baik pusat maupun daerah, perlu bekerja lebih serius dan lebih cepat,” kata Hendra.
Hendra pun meminta pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta UPT ESDM Wilayah VI untuk mengambil langkah nyata dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang menghambat legalitas penambangan rakyat di Tasikmalaya.
“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal kehidupan banyak orang. Kami berharap semua pihak tidak saling melempar tanggung jawab dan benar-benar memberikan jalan keluar yang bisa segera dirasakan masyarakat penambang,” tutupnya. (ujg)
