“Jika Anda setuju, kita lanjut. Jika tidak, kita berjabat tangan dan berpisah,” ucapnya, menegaskan bahwa analisis statistik kini menjadi fondasi utama operasional Juventus.
Dengan dua klub besar Italia semakin bergantung pada angka, komentar Braida dianggap sebagai pengingat bahwa sepak bola tetap membutuhkan intuisi manusia.
Ketika ditanya mengenai kebutuhan AC Milan akan penyerang tengah, Braida menjawab lugas.
Baca Juga:AC Milan Ingin Bawa Pulang Thiago Silva, Napoli Incar Bintang AS RomaJuventus Incar Pemain Serie C, Arsenal Gaet Pemain Kembar Asal Ekuador
“Saya Milanista sejak dulu. Saya berharap Milan menang segalanya. Allegri tahu apa yang dia lakukan, dia mengembalikan disiplin yang sebelumnya hilang. Jika ia memiliki penyerang tengah yang penting, itu akan membantu tim mencapai target yang diharapkan tifosi,” paparnya.
Pernyataan ini selaras dengan kondisi terkini Milan yang dinilai masih kekurangan ujung tombak berpengalaman untuk memujudkan impian scudetto mereka musim ini.
Menutup wawancara, Braida kembali menyinggung pentingnya memilki direktur yang bisa melihat bakat alami dalam menilai pemain, sebuah kemampuan yang menurutnya tidak bisa digantikan teknologi.
“Direktur yang baik tergantung pada klubnya. Jika semuanya berjalan lancar, berarti direkturnya bagus. Jika tidak, ya jelas ada yang tidak beres,” tuturnya.
“Untuk memilih pemain dibutuhkan bakat alami. Ada direktur olahraga yang ke mana pun mereka pergi, mereka selalu berhasil. Itu pendapat saya,” pungkasnya.
Komentar Braida menjadi penyeimbang di tengah maraknya penggunaan algoritme di sepak bola modern.
Bagi pria yang sudah lebih dari empat dekade berkecimpung di dunia ini, romantisme sepak bola tetap tak dapat digantikan oleh teknologi secanggih apa pun.
