Ia menilai pemerintah daerah belum serius menegakkan hak-hak penyandang disabilitas, padahal regulasi nasional sudah sangat jelas.
“Hak mereka dijamin konstitusi. Yang kurang adalah pengawasan dan keberanian pemerintah daerah memastikan semua pihak patuh,” ucapnya.
Naufal menyoroti dua persoalan utama, standar aksesibilitas fasilitas publik yang masih jauh dari terpenuhi, serta terbatasnya bantuan hukum bagi penyandang disabilitas yang rentan diskriminasi dan kekerasan.
Baca Juga:Atletik Kota Tasikmalaya Bisa Berbicara Prestasi di BK Porprov 2025Petunjuk Resmi Kereta Api Kilat Pajajaran Belum Turun ke Kota Tasikmalaya
Ia mendorong Pemkot Tasikmalaya memperkuat regulasi dan pengawasan, termasuk terkait pemenuhan kuota kerja.
Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Budy Rachman, mengatakan pihaknya sedang memperkuat pelatihan keterampilan bagi penyandang disabilitas, terutama yang akan lulus sekolah.
“Ke depan, adik-adik ini harus punya keahlian. Seperti hari ini, mereka diajak langsung ke dapur Hotel Horison untuk belajar memasak. Minimal bisa membuat nasi goreng atau masakan lainnya. Jadi ketika lulus, mereka bisa bekerja atau berusaha,” kata Budy.
Dalam acara tersebut, belasan penyandang disabilitas menerima bingkisan.
Budy menyebut bantuan permakanan dan alat bantu masih menjadi upaya keadilan sosial yang terus dilakukan pemerintah.
Namun ia mengakui bahwa penyerapan tenaga kerja masih bergantung pada kemauan perusahaan, lantaran belum adanya mekanisme penegakan kuota secara tegas.
Saat ditanya mengenai fasilitas publik yang masih belum ramah disabilitas, Budy enggan memberi penjelasan lebih jauh.
“Kita konsentrasi ke anak disabilitas saja dulu. Untuk infrastruktur silakan ke bagian infrastruktur. Kami tidak berbicara teknis. Fokus kami bagaimana mental disabilitas punya harapan lebih baik,” ujarnya. (ayu sabrina)
