Tahun 2025 sudah tertutup. Jika beruntung, permohonan itu mungkin bisa dibahas pada anggaran perubahan 2026, tanpa kepastian bulan, tanpa kepastian apakah akan lolos.
Baznas pun tak punya anggaran. Wakil ketuanya, H. Ahmad Zaki Mubarok, mengatakan bahwa anggaran rutilahu telah habis.
Mereka hanya menyelesaikan dua kecamatan terakhir sebelum tahun anggaran ditutup.
Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Candra menyebut kemiskinan sebagai “bencana”, tetapi tidak membawa kabar baik bagi Iin.
Baca Juga:Pendaftaran PPG untuk Tasikmalaya dan Sekitarnya Masih Dibuka hingga 19 Desember iniKursi Pimpinan OPD yang Kosong Bertambah Jadi 5, Akhir Tahun Pemkot Tasikmalaya Lakukan Pengisian
Tidak ada solusi cepat. Tidak ada intervensi khusus. Hanya harapan, abstrak dan jauh.
Hingga sekarang, Iin kembali berjalan pulang ke rumah anaknya setiap kali langit mulai gelap.
Sementara rumahnya sendiri makin miring, makin rapuh, makin tidak berbentuk.
Baginya, rumah itu bukan hanya tempat tinggal. Itu adalah satu-satunya warisan yang ia miliki.
Satu-satunya simbol masa lalunya. Satu-satunya tempat ia merasa menjadi tuan rumah, bukan tamu.
Namun pemerintah, yang seharusnya hadir ketika warga paling membutuhkan, justru saling melempar prosedur dan menjadwalkan harapan di tahun yang belum tentu tiba.
2026. Entah bulan apa. Entah apakah anggarannya ada. Entah apakah verifikasinya lolos.
Sementara itu, Iin hanya bisa menunggu.Menunggu kepastian yang tak pernah datang.
Baca Juga:Heboh di Panglayungan Kota Tasikmalaya! Sapi Kontes Seberat 300 Kilogram Nyemplung SungaiASN Pemkot Tasikmalaya Doa Bersama dan Galang Donasi untuk Korban Bencana Sumut, Sumbar, dan Aceh
Menunggu rumah yang mungkin tak akan kembali berdiri secepat yang ia harapkan.
Menunggu perhatian yang seharusnya sudah lama diberikan.
Di antara semua jawabannya, satu pesan tersisa bagi warga miskin seperti Iin. Yaitu semua seperti datar. Semua terasa tidak peduli. (Ayu Sabrina)
