TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Program One Hafidz One Kelurahan (OHAN) milik Pemkot Tasikmalaya mendapat sorotan terkait efektivitas dan arah kebijakannya. Ketua Perhimpunan Remaja Masjid (Prima) DMI Kota Tasikmalaya, Encep Iik Muzakir, menilai program dalam visi “Tasik Religius” itu masih bersifat simbolis dan belum menjawab kebutuhan mendesak masyarakat.
Encep mempertanyakan relevansi program tersebut dengan persoalan utama Kota Tasikmalaya. Ia menilai masalah yang lebih urgen justru berada pada tingginya pengangguran, ketimpangan kualitas pendidikan, kemiskinan, serta keterbatasan peluang ekonomi warga.
“Menempatkan hafidz di setiap kelurahan belum tentu menjawab kebutuhan prioritas masyarakat,” ujar Encep, Selasa (25/11/2025).
Baca Juga:RS Islam Hj Siti Muniroh Kota Tasikmalaya Rayakan Milad ke-31Sidang Keempat Kasus Endang Juta: Saksi Sebut Tumpukan Pasir Berada di Luar Lahan Berizin
Ia menilai program yang terlalu simbolis dapat mengalihkan perhatian pemerintah dari problem yang berdampak luas. Selain itu, OHAN dianggap belum memiliki desain teknis yang jelas. Menurutnya, tidak ada kajian akademik mengenai kebutuhan hafidz per kelurahan, standar seleksi, peran lembaga keagamaan, maupun mekanisme pembinaan.
Indikator keberhasilan juga belum ditetapkan, seperti ukuran dampak terhadap masyarakat, jumlah warga yang terbantu, hingga bagaimana mengukur peningkatan religiusitas.
“Ketiadaan indikator membuat OHAN sulit dievaluasi secara objektif,” tegasnya.
Di tengah pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat, Encep menilai program baru yang membutuhkan biaya rutin dapat membebani fiskal daerah.
“Tanpa pendanaan yang kuat, program ini hanya akan berjalan setengah hati atau sekadar menjadi slogan. Efisiensi anggaran menjadi sangat penting di tengah kondisi ekonomi yang ketat,” jelasnya.
Tasikmalaya selama ini dikenal sebagai kota santri dengan ratusan pondok pesantren yang sudah memproduksi hafidz. Encep menilai program OHAN berisiko tumpang tindih dengan peran pesantren jika tidak disinergikan. Pesantren, menurutnya, harus menjadi pilar utama kebijakan, bukan sekadar pelengkap.
Ia menyarankan pemerintah bekerja sama secara formal dengan pesantren untuk pembinaan hafidz, menjadikan pesantren sebagai pusat seleksi dan sertifikasi mutqin, serta memberikan insentif berbasis prestasi kepada pesantren penghasil hafidz berkualitas.
Baca Juga:Jalan Raya Ciamis-Kawali Ditutup Total Akibat Jembatan Cikaleho Ambruk SebagianGubernur Jabar Tetap Larang Study Tour, Klaim Tak Berdampak ke Pariwisata
“Tanpa melibatkan pesantren secara strategis, program OHAN hanya akan menjadi struktur yang berdiri sendiri—padahal infrastruktur pendidikan Qur’ani terbesar sudah tersedia di pesantren,” tutupnya. (Firgiawan)
