Namun justru dari momen frustrasi itu, Yildiz memunculkan versi terbaik dirinya. Ia seolah melampiaskan kekecewaannya pada lapangan sintetis Aspmyra dan menjadikannya panggung pembuktian.
Datang di pertengahan musim, Spalletti yang menggantikan Tudor sedang membangun ulang identitas Juventus, dan proses itu masih panjang.
Ada banyak sektor yang harus dibenahi, dari struktur permainan hingga mentalitas. Tetapi satu hal menjadi jelas: dengan Yildiz di lapangan, Juventus memiliki nyawa, ritme, dan imajinasi yang tidak dimiliki pemain lain.
Baca Juga:Tim Serie A Kecanduan Formasi 3-5-2: Italia Tak Lagi Lahirkan pemain Seperti Totti dan BaggioSihir Gasperini yang Bawa AS Roma ke Puncak Klasemen: Sulap Pemain Buangan Jadi Andalan
Bakatnya bukan sekadar menjanjikan; ia sudah menentukan. Pada usia 20 tahun, ia memikul tanggung jawab selevel pemain matang.
Keberanian mengambil risiko, kemampuan memecah kebuntuan, dan ketenangan di momen krusial membuatnya terlihat seperti pemain yang “ditakdirkan” untuk Juventus.
Sayangnya, klub-klub besar Premier League dan Real Madrid terus memantau perkembangan sang nomor 10.
Juventus harus bergerak cepat: bukan hanya mempertahankan Yildiz, tapi juga menciptakan lingkungan kompetitif yang dapat memaksimalkan potensinya.
Malam beku di Norwegia menunjukkan tanpa Yildiz, Juventus tampak kehilangan arah; dengan Yildiz, mereka hidup kembali.
