Kisah Sukses Owner Kopi Siloka Tasikmalaya, Pernah 13 Kali Bangkrut hingga Jadi Pesulap, Berikut Kisahnya!

sosok
Arif Hidayat Putra, Owner Kopi Siloka
0 Komentar

“Saya seruput sedikit saja, sisanya istri yang bantu nilai. Lalu saya catat kritisnya,” ujarnya.

Dari situ orang mengetahui bahwa konsistensi rasa Siloka bukan hanya soal keahlian barista, tetapi juga kolaborasi sunyi antara Arif dan istrinya.

Di balik kegigihannya, Arif memegang satu prinsip yang ia anggap sebagai “bensin” perjalanan hidupnya: “Dream big, start small, and move fast.” Baginya, impian adalah bahan bakar utama menuju keberhasilan.

Baca Juga:Cordela Suites Cianjur Diluncurkan, Hotel Bintang Empat Pertama di Cianjur, Hadirkan Standar Baru HospitalityBeli Kulkas Sharp, Pulang Membawa Mobil, Warga Ciamis Raih Hadiah Utama Program SLD Omotenashi 2025 

“Ibarat motor, kalau bensin sudah ada, tinggal gas saja. Dan gas itu berasal dari memulai atau take action,” ungkapnya.

Prinsip itu ia terjemahkan dalam kebiasaan kecil yang ia jalani setiap hari, bangun pagi, salat tepat waktu, menulis rencana sederhana seperti mindmap dan dreamlist, serta menjaga tradisi membaca buku. Rutinitas-rutinitas itu menjadi jangkar mental yang menjaganya tetap tegak di tengah perubahan cepat dunia usaha.

Arif banyak belajar dari kedua orang tuanya, terutama ibunya yang keras sekaligus paling membentuknya. Orang tuanya menabung sedikit demi sedikit hingga mampu membeli angkot di Cimahi. Sang ayah yang seorang kontraktor tak segan turun langsung “narik angkot” ketika tidak ada proyek berjalan. Dari contoh itu Arif memahami makna disiplin dan kegigihan.

“Ibu selalu bilang jangan pernah bilang tidak bisa sebelum nyoba,” katanya.

Dua kakaknya memilih jalur akademik—kedokteran dan teknik industri—sementara Arif menempuh rute penuh ketidakpastian. Dalam rumah tangga pun, istrinya ikut melewati masa-masa sulit, termasuk saat ia merintis usaha minuman dari nol.

“Istri saya pernah pegang kasir, saya racik minumannya. Dari situ pelan-pelan nambah karyawan,” kenangnya.

Ketika ia terlibat di HIPMI, Arif membawa keyakinan bahwa Tasikmalaya memiliki potensi besar dari manusianya, bukan dari sumber daya alamnya. Menurutnya kota ini membutuhkan ekosistem usaha yang lebih hidup—ruang kreatif, fasilitas publik yang mendukung ide-ide baru, serta pola kemitraan yang kuat antara pengusaha dan pemerintah. HIPMI, baginya, adalah jembatan yang harus aktif menyambungkan suara pelaku usaha dengan DPRD dan pemerintah agar ekosistem itu tumbuh.

0 Komentar