”Rp 175 juta itu (diberi untuk) program setahun, dan apa pun alasannya, itu harus tetap berjalan,” kata Tatang.
Ia menegaskan, ekosistem budaya Tasikmalaya harus tumbuh tanpa membebani individu-individu yang mengabdikan diri di dalamnya.
Perubahan regulasi juga menjadi konteks penting.
Pada 2015, Perwalkot memberi ruang nomenklatur ”Dewan Kesenian dan/atau Kebudayaan”, namun kala itu fokus dipersempit ke kesenian karena kekuatan internal belum cukup solid.
Baca Juga:Ketika Anggaran Kota Tasikmalaya 2026 Menyusut, Bapelitbangda Menjawab dengan Keheningan!Uang Nasabah Raib usai Terjebak Modus Ganjal ATM di Pusat Kota Tasikmalaya
Setelah hadirnya UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan serta meningkatnya aktivitas komunitas budaya, DKKT kini bergerak kembali ke mandat kebudayaan yang sebenarnya.
Dan di titik strategis itulah Tatang meletakkan prioritas barunya: menjadikan Gen Z sebagai poros keterlibatan baru.
Menurutnya, generasi penerus ini selama ini justru terlewat dalam banyak peristiwa budaya.
”Sepertinya ada yang terlewat. Gen Z itu penerus kita,” katanya.
Ia menilai banyak anak muda memandang budaya lokal sebagai hal yang kuno, padahal mereka lah yang harus diberi ruang untuk mendefinisikan ulang bentuk-bentuk baru kebudayaan.
DKK Kota Tasikmalaya periode 2025–2030 akan merancang pendekatan yang lebih segar, mengemas peristiwa budaya dengan gaya kini, mengaktifkan platform digital, dan membuka ruang kolaborasi yang relevan dengan cara kerja Gen Z.
Tatang berharap generasi ini tidak lagi menjadi sekadar penonton, tetapi turut menjadi aktor sekaligus pewaris yang meneruskan denyut kebudayaan Tasikmalaya.
Baca Juga:Bantu Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni, Wali Kota Tasikmalaya Dorong Kolaborasi Lembaga FilantropiJumlah Siswa Sekolah Rakyat di Kota Tasikmalaya Kian Menyusut
Lima tahun ke depan, Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Tasikmalaya di bawah Tatang Pahat diarahkan untuk menguatkan akarnya, melebarkan sayapnya, dan memastikan bahwa kebudayaan Tasikmalaya tak hanya hidup di panggung besar, tetapi tumbuh di keseharian warganya—dengan Gen Z sebagai energi baru yang menyulut masa depan itu. (Ayu Sabrina Barokah)
