RADARTASIK.ID – Walter Sabatini kembali mencuri perhatian dengan mengkritik pendekatan dua klub besar, AC Milan dan Juventus yang selalu mengandalkan data Algoritma dalam membeli pemain.
Mantan direktur olahraga AS Roma dan Inter Milan itu buka suara soal tren penggunaan data dan algoritma dalam menentukan perekrutan pemain.
Dalam wawancara bersama La Gazzetta dello Sport, pria yang dikenal bertangan dingin dalam urusan scouting tersebut melontarkan komentar tajam, bahkan sedikit mengejek pendekatan modern yang kini dianggap wajib di dunia sepak bola.
Baca Juga:Kutukan Luka Modric Jelang Laga Kontra Inter Milan: Tak Pernah Cetak Gol dalam DerbySisi Menarik Jelang Duel Fiorentina vs Juventus: Nyonya Tua Habiskan Rp3,74 Triliun untuk Beli Pemain La Viola
Meski begitu, Sabatini mengakui bahwa era algoritma memang tidak bisa dihindari.
“Sekarang semua orang harus berurusan dengan data karena data sudah mendominasi. Itu budaya impor, dan kita harus menyesuaikan diri,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa baginya, data hanyalah alat pendukung, bukan penentu utama dalam membeli pemain.
“Ada yang memilih pemain hanya berdasarkan data. Saya tidak mengomentari itu… mungkin mereka merasa cara itu menguntungkan. Tapi saya pribadi masih punya banyak keraguan,” ucapnya.
Keraguan Sabatini muncul dari keterbatasan angka dalam menggambarkan kualitas teknis seorang pemain.
Ia lalu mencontohkan bagimana sebuah aksi yang baru ia lihat malam sebelumnya yang membuatnya yakin telah melihat pemain berbakat.
“Saya melihat seorang pemain—bukan yang bermain di Italia—melakukan tendangan terarah yang luar biasa. Begitu saya melihatnya, saya langsung berpikir: ‘Kalau saya punya tim saat ini, saya sudah membelinya hari ini,’” jelasnya.
Baca Juga:AC Milan Lemah Hadapi Umpan Silang, Chivu Siapkan Dimarco jadi Senjata PemungkasAC Milan vs Inter Milan: Derby della Madonnina Bernilai Rp4,39 Triliun
Menurutnya, keputusan seperti itu tidak lahir dari tabel statistik, melainkan dari intuisi, pengalaman, dan sejarah panjang berkecimpung dengan ratusan pemain.
“Psikis saya bekerja otomatis, seperti seleksi alam,” ucapnya.
Dalam salah satu kutipan paling menggelitik, Sabatini menyinggung soal penilaian karakter pemain berdasarkan data perilaku.
Di sinilah ia “menyenggol” pendekatan algoritmik dengan menceritan bagaimana ia membali pemain pemabuk yang tampil luar biasa di lapangan.
“Saya pernah membeli pemain yang pemabuk, tapi dia bermain sepak bola secara luar biasa,” katanya sambil tertawa.
