TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Di Kota Tasikmalaya, musim rasionalisasi kembali tiba—datang tanpa undangan, pulang tanpa permisi, tapi selalu meninggalkan jejak kepanikan di meja-meja anggaran.
Pemerintah Kota Tasikmalaya bersiap menyesuaikan ulang seluruh postur keuangan dalam Rancangan Perda APBD 2026, setelah sinyal pemangkasan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dari pusat turun seperti pemberitahuan listrik padam: mendadak dan tak bisa ditolak.
Di tengah udara tegang yang bisa dipotong dengan penggaris, Kepala Bappelitbangda sekaligus anggota TAPD Kota Tasikmalaya Apep Yosa Firmansyah tampil dengan jurus elegan: diam seribu tafsir. Ketika isu pokok pikiran (pokir) DPRD yang jomplang jadi bisik-bisik panas, Apep memilih menjadi patung kokoh, kaku, dan tak mengeluarkan statement yang bisa memicu gempa kecil di internal legislatif.
Baca Juga:Pemkot Tasikmalaya Teken MoU! Lulusan STTD Semakin Mudah Masuk Dinas PerhubunganLaporkan Kasus Kekerasan Anak Disabilitas, Keluarga di Kota Tasikmalaya Digugat ke Pengadilan
“Kami bekerja sesuai koridor normatif,” begitu jawaban yang ia pilih, menggantikan paragraf panjang yang sebetulnya sedang diperebutkan banyak telinga. Pendek, aman dan sempurna untuk dikutip tanpa risiko.
Namun di balik kebisuannya, ada badai fiskal yang harus ditangani. Pemkot saat ini masih berkutat dalam proses finalisasi penganggaran, sebuah fase yang biasanya berjalan lancar sampai pemerintah pusat memberikan plot twist berupa pemotongan TKD hingga Rp219 miliar.
Jika ditambah potensi susutnya Banprov, total koreksi fiskal bisa menyentuh Rp300 miliar—angka yang cukup untuk membuat siapa pun di ruang TAPD tiba-tiba perlu kopi lebih pekat.
“Semuanya masih dalam proses,kita belum bisa memprediksi belanja apa saja yang terdampak, karena pengurangan TKD-nya masih terus kita dalami,” ujar Apep, Selasa (18/11/2025), dengan nada yang terdengar seperti seseorang yang sedang membuka spreadsheet penuh angka merah.
Kebijakan pusat itu datang pada waktu yang kurang ideal. Raperda APBD 2026 sejatinya tinggal menunggu ketok palu, tapi apa daya—dokumen mesti dibuka kembali, dibedah lagi, dihitung ulang dari nol. Seolah menyusun ulang puzzle raksasa setelah semua potongan berganti bentuk.
“Kita sesuaikan lagi karena angkanya cukup besar,” kata Apep, yang tampaknya sedang berusaha menjaga agar wajah Kota Tasikmalaya tetap tersenyum meski isi dompetnya menipis.
