Dosen UPI Tasikmalaya Kenalkan Pembelajaran Berbasis Etnomatematika kepada Siswa Sakola Motekar 

PENGABDIAN
Tim dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) di Sakola Motekar, 8 November 2025. 
0 Komentar

CIAMIS, RADARTASIK.ID – Sakola Motekar kembali menjadi sorotan setelah sukses melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis etnomatematika pada 8 November 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang dilakukan oleh tim dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tasikmalaya.

Kegiatan ini merupakan realisasi dari PKM Skema Pmberdayaan Kemitraan Masyarakat yang didanai oleh kemdikti saintek tahun 2025. Materi utama disampaikan oleh Dindin Abdul Muiz Lidinillah SSi SE MPd. Sementara pelaksanaan kegiatan didukung penuh oleh tim pengabdian di antaranya Anggit Merliana SPd MPd, Pidi Mohamad Setiadi SPd MPd dan Dr Ika Fitri Apriani SPd MPd. Selain dihadiri oleh tim pengabdian kegiatan ini dihadiri oleh pendiri Sakola Motekar Deni Wahyudi dan delapan orang fasilitator.

Baca Juga:Internet Ngebut, Jualan Makin Gacor! Pakai Indosat HiFi Air, Toko Sepatu Route in Store Tasikmalaya Naik LevelDosen UMB Tasikmalaya Beri Pelatihan Cerdas Finansial untuk Siswa SMK Al-Afsar Karangnunggal 

Dindin Abdul Muiz Lidinillah mengatakam bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman matematika sekaligus keterampilan sosial siswa melalui pendekatan yang mengaitkan budaya lokal Sundanese dengan konsep-konsep matematika.

“Para siswa tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian aktivitas, terutama karena materi disampaikan dengan contoh-contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka,” katanya.

Dalam kegiatan tersebut, siswa diperkenalkan pada berbagai unsur budaya Sunda yang memiliki konsep matematis, antara lain motif ragam hias sebagai contoh simetri dan transformasi, struktur rumah adat yang digunakan untuk mempelajari bangun ruang, aktivitas pertanian tradisional sebagai media mengenalkan pengukuran, estimasi, perbandingan dan permainan tradisional seperti engklek untuk memahami pola dan koordinat sederhana.

“Pendekatan ini terbukti membantu siswa memahami konsep matematika secara lebih konkret dan menyenangkan,” ujarnya.

Selain pemahaman konsep, kegiatan pada 8 November juga menunjukkan perkembangan penting pada keterampilan sosial siswa yakni dari aspek kerja sama dan kolaborasi. Aktivitas kelompok mendorong siswa untuk membagi peran, menyelesaikan tugas bersama, dan berdiskusi secara aktif.

Lalu, pada aspek komunikasi dan kemampuan menjelaskan ide. Siswa diminta menjelaskan hasil pengamatan dan proses berpikir mereka, membantu meningkatkan kemampuan verbal dan kepercayaan diri.

Bahkan, siswa diajarkan penghargaan terhadap budaya lokal. “Dengan mengkaji matematika dari budaya sendiri, siswa lebih menghargai identitas budaya dan menunjukkan sikap saling menghormati,” pungkasnya, (Lisna Wati)

0 Komentar