TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kondisi rumah Iin (46) di Kampung Sinargalih yang kini semakin rusak dan hampir ambruk, bukan hanya ketidakmampuannya secara finansial untuk memperbaiki.
Di sisi lain, pemerintah yang memiliki APBD triliunan pun belum mampu membantu perbaikan dengan alasan persyaratan.
Angin dan air hujan bebas menerobos masuk ke gubuk tua yang ditempati Iin. Menambah lembap ruangan yang selama ini menjadi tempat tinggalnya bersama sang anak.
Baca Juga:Desa Tak Perlu Lagi Urus Infrastruktur, Pembangunan Jalan Desa di Jabar Bakal Diambil Alih ProvinsiDicari Penengah Ikhlas! untuk Selesaikan "Zona Dingin" Antara Bupati-Sekda Tasikmalaya
Setiap kali angin bertiup, suara gesekan kayu menambah kecemasan Iin yang khawatir tiang-tiang lapuk yang menopang rumahnya itu patah dan ambruk.
“Saya tiap hari dengar bunyi kayu retak. Saya takut rumahnya jatuh waktu kami lagi tidur,” ujarnya, Kamis (20/11).
Iin berharap rumah panggung tua itu bisa diperbaiki melalui program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Namun ia terbentur satu syarat administratif yang menurut Lurah Tamansari sulit dipenuhi: harus menyiapkan uang swadaya.
“Kalau diminta ada uang, saya mau cari dari mana? Beli beras saja kadang cuma setengah kilo. Kalau uang saya simpan, kami makan apa?” katanya lirih.
Sebagai buruh jahit, penghasilannya tidak menentu. Ia hanya bisa bekerja ketika ada pesanan, itu pun sering kali pembayarannya ditunda.
“Sudah selesai jahit pun kadang belum dibayar. Kalau saya tagih, kayak nggak enak. Jadi tunggu saja. Tapi kebutuhan harian terus jalan,” sambungnya.
Baginya, syarat swadaya terasa seperti tembok tinggi yang tidak bisa dilewati. “Saya siap kalau diminta tenaga gotong royong. Tapi kalau uang, saya benar-benar tidak punya. Saya bukan nggak mau dibantu, tapi saya nggak punya yang diminta,” tuturnya.
Baca Juga:Wali Murid Keluhkan Acara Peringatan Hari Guru di Bungursari Kota TasikmalayaSyarat-Syarat Pengajuan Bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Kota Tasikmalaya
Rumah peninggalan suaminya 30 tahun silam kini semakin rapuh setelah ia menjadi kepala keluarga tunggal.
“Dulu kalau ada uang lebih sedikit, kami perbaiki. Tapi sejak suami meninggal, mau beli paku pun mikir dua kali. Sekarang kayunya tinggal bertahan sampai kapan, saya tidak tahu,” katanya.
Kasur tipis tempat anaknya tidur basah akibat bocor hujan malam kemarin. “Dia bilang kedinginan. Mau pindah tidur ke mana? Semua tempat kena bocor,” katanya.
