RADARTASIK.ID – Upaya pengolahan plastik ramah lingkungan di Tulungagung kembali mencuri perhatian setelah seorang pengusaha lokal berhasil mengubah limbah plastik menjadi peluang ekonomi bernilai tinggi.
Dilansir dari kanal Pecah Telur, seorang pengusaha lokal bernama Zainul Abidin, warga Dusun Gedangan, Kecamatan Karang Rejo, Kabupaten Tulungagung, menuturkan kisah inspiratif setelah usahanya di bidang pengolahan plastik berkembang pesat dan menjadi pemasok utama bahan baku sapu Jabalsari.
Zainul menuturkan bahwa aktivitas usahanya sekaligus menjadi langkah nyata mendukung pemerintah dalam mengurangi limbah plastik yang kini menjadi isu nasional.
Baca Juga:Penurunan Suku Bunga BI Dinilai Ekonom Tak Berdampak Besar Pada Pertumbuhan KreditLevel Up Midrange! Infinix Zero 50 Tawarkan Paket Lengkap Untuk Pengguna Masa Kini
Ia menjelaskan bahwa di awal merintis, bahan baku yang digunakan berupa plastik gelondongan dalam bentuk afal atau produk reject seperti jeriken.
Menurutnya, jenis plastik natural tanpa warna menjadi pilihan utama karena menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
Selama bertahun-tahun, Zainul memproduksi timba cor sebagai produk utama yang berasal dari bahan plastik daur ulang.
Namun perkembangan teknologi yang membuat proses pengecoran beralih menggunakan mesin mengakibatkan permintaan timba menurun drastis.
Penurunan itu membuat Zainul mencari alternatif usaha hingga akhirnya ia berkunjung ke wilayah Jabalsari yang dikenal dengan banyaknya pengrajin alat kebersihan.
Kondisi tersebut membuatnya melihat peluang besar yang dapat dimanfaatkan secara lokal tanpa harus bergantung pada pasokan dari kota lain.
Dari analisis itu, Zainul memutuskan mengalihkan fokus usaha dari pembuatan timba ke produksi lakop sapu yang kini menjadi sumber penghasilan utamanya.
Baca Juga:Moto Pad 60 Neo Hadir Lebih Bertenaga: Tablet Tipis Murah, Bersaing di Kelas PremiumIni Alasan Redmi Note 15 5G diperkirakan Bisa Mengubah Persaingan HP 2 Jutaan Tahun Ini
Keputusan itu membuka peluang bisnis pengrajin sapu yang lebih luas bagi warga sekitar, karena pasokan bahan baku kini dapat diperoleh lebih cepat dan dengan harga lebih bersaing.
Zainul juga menyampaikan bahwa latar belakangnya yang berasal dari lingkungan pesantren tak menghalanginya untuk terus mengembangkan diri di dunia usaha.
Ia menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo sejak 1987 hingga boyong pada 1998 selama kurang lebih 11 tahun.
Setelah boyong, ia tidak langsung pulang ke Madiun, melainkan mengikuti bibi yang memiliki usaha konveksi untuk menimba keterampilan baru.
Dalam cerita reflektifnya, ia mengakui bahwa kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas menjadi dorongan kuat untuk berjuang lebih keras.
