Banyak guru sebenarnya merasa serba salah. Mereka ingin memperingati Hari Guru Nasional dengan meriah—setahun sekali, momentum berharga—tapi di sisi lain tidak ingin menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Guru juga butuh ajang penguatan organisasi dan silaturahmi,” kata seorang guru senior.
“Tapi kalau masyarakat merasa terbebani, mungkin kita perlu pikirkan format yang lebih tepat.”
Baca Juga:Syarat-Syarat Pengajuan Bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Kota TasikmalayaMembaca Tangga Kepangkatan Polisi dan Padanannya di Dunia Kerja: Agar Tak Salah Menilai “Level”
Guru menjadi sasaran empuk protes, padahal banyak dari mereka hanya mengikuti instruksi organisasi.
Di beberapa sekolah, guru-guru justru mencari cara agar siswa tetap dapat belajar, meski daring dadakan selalu kurang ideal.
Pihak Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, meski tidak secara langsung menginisiasi kegiatan tersebut, ikut terdorong menanggapi suara publik.
“Kegiatan organisasi boleh saja, tapi jam belajar tetap prioritas,” ujar seorang pejabat dinas yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan bahwa evaluasi akan dilakukan agar kegiatan serupa tidak mengganggu hak belajar siswa.
Kecamatan Bungursari belakangan ini memang menjadi sorotan karena beberapa kali kegiatan guru beririsan dengan jam belajar siswa. Benturan kepentingan semacam ini terus menjadi catatan publik.
Peringatan Hari Guru Nasional idealnya menjadi momen refleksi. Namun di Bungursari, perayaannya justru seperti ujian: bagaimana merayakan profesi mulia tanpa mengurangi pelayanan terhadap peserta didik?
Baca Juga:Butuh Kerja Nyata Bukan Pencitraan Kamera, Empat Kadis Baru di Kota Tasikmalaya Dipelototi PublikAdu Kuat Jejaring Pusat: Benarkah Sekda Tasikmalaya M Zen Akan Diganti?
Gerak jalan santai mungkin hanya berlangsung satu pagi. Tetapi efek sosialnya memanjang hingga ruang-ruang obrolan warga.
Para orang tua berharap ke depan ada pola baru—yang tidak membuat mereka kembali mencari orang yang bisa menjaga anak di rumah mendadak.
Pada akhirnya, guru dan orang tua sama-sama ingin anak didik berkembang. Yang berbeda hanya cara memandang prioritas.
Dan Bungursari, dengan segala keramaiannya, kembali menyuguhkan pelajaran penting: bahwa pendidikan bukan hanya soal kurikulum, tetapi juga koordinasi yang bijak.
Sementara itu, Ketua PGRI Kota Tasikmalaya H Cecep Susilawan mengakui bahwa cabang-cabang di tingkat kecamatan melaksanakan kegiatan peringatan hari guru.
Termasuk di kegiatan jalan santai guru di Kecamatan Bungursari yang memilih menerapkan pembelajaran daring untuk siswa.
