TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID— Catatan kebencanaan di Kota Tasikmalaya kembali menunjukkan tren peningkatan pada November ini. Di saat laporan kerusakan terus bertambah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya mengungkap bahwa anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang tersisa hanya sekitar Rp50 juta.
Kondisi ini dinilai tidak ideal untuk menghadapi kebutuhan penanganan bencana yang masih berlangsung hingga memasuki masa transisi pemulihan. Pasalnya upaya penanggulangan bencana tidak lepas dari pembiayaan.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya, H. Ucu Anwar Surahman, mengatakan bahwa akar persoalan banjir dan kerusakan lingkungan saat ini tidak terlepas dari alih fungsi ruang yang terjadi bertahun-tahun.
Baca Juga:Syarat-Syarat Pengajuan Bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Kota TasikmalayaMembaca Tangga Kepangkatan Polisi dan Padanannya di Dunia Kerja: Agar Tak Salah Menilai “Level”
Ia menyebutkan bahwa banyak sungai di Kota Tasikmalaya sudah kehilangan bentuk aslinya, termasuk kawasan sempadan yang seharusnya menjadi ruang pengaman.
“Secara kasat mata, eksisting kita sudah tidak melihat sungai yang utuh. Sempadannya pasti habis. Jangankan sempadan, badan sungai saja sekarang sudah beralih fungsi menjadi warung, toko, bahkan rumah,” jelasnya usai Rakor Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi, pada Selasa (18/11).
Ucu menegaskan, jika pemerintah ingin mengembalikan fungsi sungai secara benar, maka harus ada langkah kuat untuk melakukan penertiban dan normalisasi. Tanpa itu, kata dia, kondisi sungai yang tertutup akan berdampak buruk terhadap tata lingkungan kota.
“Kalau kita mau mengembalikan fungsi sungai, pemkot harus power full melakukan upaya netralisasi badan sungai. Kalau sungai sudah tertutup, mohon maaf, ke depan kita sudah tidak memiliki peradaban,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di kawasan sungai. Lahan yang seharusnya menjadi area resapan—seperti sawah dan kolam—juga telah banyak berubah menjadi bangunan dan infrastruktur.
Hal ini menyebabkan air hujan tidak lagi meresap ke tanah, melainkan langsung mengalir ke permukaan dan memperbesar potensi banjir. Ucu meminta masyarakat untuk berperan aktif dengan menyiapkan ruang resapan air skala kecil di lingkungan masing-masing.
“Kita sudah kehilangan inisiasi untuk menyiapkan resapan air. Sawah dan kolam sudah beralih fungsi. Maka masyarakat sejatinya perlu menyiapkan biopori, bahkan gang-gang yang sudah diaspal itu digali ulang untuk dibuatkan ruang resapan,” ujarnya.
