Pokir Jomplang, Paripurna “Hilang”: Pecah Internal DPRD Kota Tasikmalaya Makin Terang

Kursi Dprd, wajah baru, caleg penyelenggaraan pendidikan
Gedung Sekretariat DPRD Kota Tasikmalaya
0 Komentar

“Kalau masalah pokir tidak diselesaikan, jangan harap mereka mau duduk bareng,” ujar salah satu sumber Radar yang memohon namanya tidak dicantumkan.

Bagi sebagian anggota, ketidakhadiran bukan hanya sikap politik, tetapi juga bentuk peringatan keras: bahwa mereka tidak ingin terus berada di posisi “yang tidak dianggap”.

Tragisnya, Propemperda 2026 yang menjadi agenda utama justru ikut terseret dalam pusaran konflik. Dokumen yang harusnya menjadi peta kebijakan untuk setahun ke depan kini terhenti di meja paripurna yang kosong.

Baca Juga:Politik Bambu Apus: Bayang-bayang Kekuasaan yang Mengulur ke Semua Parpol di Tasikmalaya!Pesan Perjuangan Menjaga Lingkungan di Tasik Baseuh, Bentangkan Merah Putih dan Arung Jeram di Ciwulan

Kota Tasikmalaya seakan menjadi penonton dalam drama yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Pertanyaan publik pun menguat:Bagaimana mungkin agenda sebesar ini bisa dibiarkan tergantung hanya karena internal dewan sedang panas?

Ketika pokir menjadi lebih penting daripada kebijakan publik, maka arah pembangunan kota pun ikut dipertaruhkan.

Ketidakhadiran massal dalam paripurna kali ini bukan hanya kegagalan administratif. Ini deklarasi diam bahwa DPRD Kota Tasikmalaya sedang mengalami retakan serius.

Pokir yang jomplang, komunikasi yang renggang, serta ketegangan antara pimpinan dan anggota telah membawa lembaga ini ke titik di mana rapat penting bisa hilang begitu saja.

Kini publik menunggu satu hal:Apakah retakan ini akan ditambal, atau justru dibiarkan melebar hingga menggoyangkan legitimasi lembaga?

Karena pada akhirnya, kursi-kursi kosong itu tidak hanya menandakan absensi anggota dewan—melainkan absennya kesadaran bahwa masa depan kota Tasikmalaya tidak boleh dikorbankan oleh konflik rumah tangga politik. (red)

0 Komentar