TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dewan Kesenian Kota Tasikmalaya (DKKT) kembali meneguhkan perannya dalam merawat ingatan kolektif masyarakat lewat Anugerah Budaya, yang digelar pada Sabtu malam, 8 November 2025, di Rumah Makan Kampung Swasana.
Anugerah Budaya 2025 ini menjadi momentum untuk menghargai para pelaku seni dan budaya yang telah berkontribusi besar terhadap perjalanan kesenian di Tasikmalaya.
Ketua DKKT, Bode Riswandi, menyebut, kegiatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan bentuk perlawanan terhadap lupa.
Baca Juga:Kelola Laporan Keuangan dengan Software Penagihan dan FakturRumah Warisan Roboh 2 Kali, Warga Miskin di Kota Tasikmaya Butuh Uluran Tangan, Tak Tersentuh Bantuan Pemkot
Selama dua periode kepemimpinan, sekitar dua dekade, DKKT terus berupaya mencatat dan memberi penghargaan kepada sosok-sosok yang menjaga denyut kebudayaan di Kota Santri tersebut.
”Ini sebagai jenjang riwayat kami yang mencoba melawan lupa terhadap keadaan,” ungkap Bode dalam sambutannya.
”Kami sudah dua periode, 20 tahun berjalan. Tanggal 22 nanti akan ada penentuan (kepengurusan baru),” lanjutnya.
”Sebenarnya seluruh warga Indonesia yang penting kelahiran Tasikmalaya berhak menyandang penghargaan ini. Hibar Kota Tasikmalaya. Hidup itu pendek, usia itu panjang,” ungkap Bode, yang baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke-42 pada 6 November.
Ia menegaskan, penghargaan ini tidak terbatas pada seniman yang berkarya di daerah saja, namun juga bagi mereka yang telah membawa nama Tasikmalaya ke tingkat nasional maupun internasional.
Semangatnya adalah memberi ruang bagi kenangan, dedikasi, dan keberlanjutan karya budaya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Raden Diky Candra, menilai kegiatan tersebut sebagai langkah penting menjaga identitas lokal dari arus globalisasi.
Baca Juga:Dari Tenda ke Kolam, Pramuka Kota Tasikmalaya Belajar Cari Cuan dari Budi Daya IkanJabatan Abadi: Sang Pelaksana Segala Tugas di Kota Tasikmalaya!
Ia menyinggung soal warisan khas daerah, seperti kain bestong, kain tradisional khas Tasikmalaya, yang kini mulai jarang dikenal masyarakat sendiri.
”Produk lain bisa jadi terkenal dari luar, tapi ini yang kita khawatirkan. Bestong khas Kota Tasik, tapi banyak yang tidak tahu apa itu bestong,” jelasnya.
”Anugerah budaya ini bisa menjaga hal-hal demikian. Ini akan dikenang, mudah-mudahan bisa diarsipkan supaya orang-orang tahu. Baik buruknya ke depan tergantung pada produk budaya,” lanjut Diky.
Menurutnya, upaya menjaga budaya lokal harus dilakukan tidak hanya lewat kegiatan simbolik, tapi juga melalui dokumentasi dan pembelajaran lintas generasi.
