RADARTASIK.ID – Jelang laga menjamu Udinese di Stadion Olimpico, Senin (10/11), AS Roma menunjukkan transformasi yang signifikan di bawah arahan Gian Piero Gasperini.
Dalam hitungan minggu, Giallorossi berubah menjadi tim yang jauh lebih terstruktur, agresif, dan menarik, mencerminkan filosofi khas sang pelatih yang selama bertahun-tahun menjadikan Atalanta salah satu tim paling eksplosif di Italia.
Tekanan tinggi, intensitas tanpa henti, organisasi rapat di lini belakang, serta serangan vertikal cepat kini menjadi ciri utama Roma.
Baca Juga:Janji ke Presiden Barcelona Halangi Langkah AC Milan Datangkan LewandowskiAS Roma vs Udinese: Kesempatan Emas Matias Soule Gantikan Dybala
Jika di awal musim mereka tampak pasif dan reaktif, kini Roma tampil dominan, memaksakan ritme permainan, serta lebih sering menguasai wilayah lawan.
Mereka bukan lagi tim yang sekadar “bertahan dalam pertandingan”, melainkan yang memegang kendali dan memaksakan gaya mereka sendiri.
Salah satu faktor terbesar di balik lonjakan performa ini adalah peningkatan kondisi fisik para pemain.
Roma kini berlari lebih banyak, menekan lebih dalam, dan menjaga intensitas selama 90 menit.
Statistik menunjukkan mereka sering memenangkan bola di area yang lebih tinggi dan langsung menyerang saat transisi, sesuatu yang nyaris tak terlihat di awal musim.
Hal itu membuktikan metode latihan khas Gasperini yang menuntut ketahanan dan disiplin ekstrem mulai menunjukkan hasil.
Roma kini lebih bugar, lebih cepat dalam berpikir dan bereaksi, serta lebih percaya diri dalam menjalankan mekanisme permainan.
Baca Juga:Siapa Simone Lontani? Striker Akademi AC Milan yang Jadi Andalan Italia di Piala Dunia U-17Parma vs AC Milan: Allegri Ingin Akhiri Kutukan Milan Lawan Tim Papan Bawah
Kelebihan atletik ini menjadi pondasi bagi kualitas taktik mereka, menjadikan Roma lebih “hidup” dan lebih berbahaya di kedua sisi lapangan.
Transformasi juga terlihat jelas di area ofensif. Roma kini menciptakan lebih banyak peluang, menembak lebih sering, dan menyerang dengan lebih banyak pemain.
Para gelandang aktif masuk ke ruang kosong, pemain sayap memberi tambahan daya gedor, meski striker seperti Dovbyk belum menemukan ketajamannya walau mendapat banyak dukungan di kotak penalti.
Gaya menyerang ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari struktur permainan yang lebih matang.
Mekanisme Gasperini dengan perpindahan posisi cepat, serangan dari sayap kiri, hingga kombinasi vertikal pendek mulai berjalan dengan lancar.
