Ia memaparkan, apabila pinjaman Rp230 miliar tersebut direalisasikan dengan bunga sekitar 6–6,5 persen, maka dana tersebut hanya cukup untuk memperbaiki sekitar 44 kilometer jalan. Padahal, kondisi jalan rusak di Kabupaten Tasikmalaya masih mencapai sekitar 500 kilometer.
“Tanpa pinjaman pun, melalui pendapatan opsen pajak kendaraan selama lima tahun, daerah bisa mengumpulkan sekitar Rp350 miliar. Itu cukup untuk memperbaiki sekitar 100 kilometer jalan. Maka dari itu, yang diperlukan adalah penataan anggaran yang tepat, bukan terburu-buru mengambil pinjaman,” tegasnya.
Seperti diketahui, Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin akan mengajukan pinjaman pembiayaan pembangunan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 230. Rencananya kan digunakan untuk menuntaskan perbaikan jalan rusak pada dua tahun pertama masa jabatannya.
Baca Juga:Kadis Abadi Nan Jaya! Kursi BKPSDM Tak Pernah Tergoyahkan Setelah Lima Kepala Daerah BergantiSidang Perdana di PN Bandung, Endang Juta Ngaku Sakit Lambung
Jumlah jalan rusak di Kabupaten Tasikmalaya sendiri menurut data terakhir sekitar 541 kilometer atau sekitar 44 persen dari total 1.230 kilometer. Sisanya sudah dalam keadaan baik.
Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya memanggil Dinas PUTRLH, Rabu (5/11/2025) mengenai masalah itu. Mereka menyoroti pinjaman daerah sebesar Rp 230,25 miliar untuk perbaikan jalan rusak, yang terdapat pada rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2026.
Pinjaman tersebut rencananya diajukan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk percepatan perbaikan infrastruktur jalan.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya, H Gumilar Akhmad Purbawisesa, mengungkapkan bahwa berdasarkan paparan awal, dana sebesar Rp 230 miliar tersebut diproyeksikan untuk memperbaiki sekitar 44 kilometer jalan.
Namun setelah pembahasan bersama Panitia Khusus (Pansus), volume pekerjaan berubah menjadi 66 kilometer jalan.
Menurut Gumilar, pihaknya tidak menolak pembangunan, namun menolak skema pembiayaan melalui pinjaman daerah yang dianggap membebani keuangan daerah dalam jangka panjang.
“Kami tidak menolak pembangunan. Yang kami tolak adalah penggunaan skema pinjaman. Karena kalau dipinjam, maka pemerintah harus mencicil selama lima tahun dan setiap tahun wajib disediakan anggaran pembayarannya,” ujarnya. (Ujang Nandar)
