TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Menjelang penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2026 yang direncanakan rampung pada akhir November, pembahasan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) oleh DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masih belum tuntas.
Pembahasan yang berjalan sejak minggu lalu itu berjalan dinamis, khususnya mengenai pinjaman daerah Rp 230 miliar. Fraksi-fraksi di DPRD masih berbeda pendapat tentang pinjaman yang digagas Bupati Tasikmalaya itu.
Pinjaman daerah memang telah tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Dokumen itu telah disahkan melalui rapat paripurna pada Jumat (24/10/2025) lalu.
Baca Juga:Kadis Abadi Nan Jaya! Kursi BKPSDM Tak Pernah Tergoyahkan Setelah Lima Kepala Daerah BergantiSidang Perdana di PN Bandung, Endang Juta Ngaku Sakit Lambung
Dua fraksi, yaitu PDI Perjuangan dan PKB, secara tegas menolak rencana pinjaman daerah tersebut. Keduanya menilai belum ada kajian mendalam yang dapat memastikan bahwa pinjaman tidak akan membebani keuangan daerah di masa mendatang.
Sementara Fraksi PPP dan PKS menyatakan dukungan terhadap rencana pinjaman tersebut karena sudah menjadi bagian dari RPJMD.
Adapun Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN, dan Golkar menerima skema pinjaman daerah sebagai opsi pembiayaan pembangunan, namun mereka keberatan jika nilai nominal pinjaman dicantumkan secara spesifik dalam dokumen RPJMD.
Menurut mereka, besaran pinjaman seharusnya dapat disesuaikan dengan kemampuan fiskal dan kebutuhan pada saat pelaksanaan.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Nanang Romli, menegaskan penolakan fraksinya bukan berarti anti terhadap pembangunan infrastruktur. Ia mengatakan pihaknya hanya menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mengambil kebijakan pembiayaan yang berdampak jangka panjang.
“Terkait rencana pinjaman ini, kami belum menerima dokumen Feasibility Study (FS), Debt Service Coverage Ratio (DSCR), maupun kajian dampak terhadap pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana diwajibkan dalam PP Nomor 1 Tahun 2024,” ujarnya.
Nanang juga menjelaskan bahwa pinjaman daerah dengan nilai tersebut perlu mendapat pertimbangan dari Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 22/KM.7/2024, karena berkaitan dengan kapasitas fiskal dan risiko keuangan daerah.
Baca Juga:Pengusaha Hotel di Tasikmalaya Turut Cemaskan Dampak Pemangkasan TKDRotasi Mutasi ASN di Kota Tasikmalaya Sisakan Tanya, Murni Hasil Kajian?
“Ini bukan soal menolak pembangunan. Kami hanya tidak ingin keputusan yang diambil justru menambah beban APBD dan masyarakat di masa depan,” tambahnya.
