“Jalan itu dibangun oleh provinsi dan sampai saat ini belum dilimpahkan ke Kota Tasikmalaya. Rencananya ada anggaran Rp12 miliar untuk penyelesaian. Tapi masyarakat sudah merasakan manfaatnya,” ujar Anang saat diwawancara, Selasa (4/11).
Pernyataan ini berbeda dengan pandangan Kepala DPUTR Kota Tasikmalaya, Hendra Budiman. Ia menilai kawasan tersebut jelas tidak diperuntukkan bagi aktivitas jual beli sehingga tidak direkomendasikan.
“Kita tidak merekomendasi karena itu jalan dan pesawahan. Banyak pedagang kecil menjamur, padahal peruntukkannya bukan untuk berjualan,” ujar Hendra, Senin (3/11).
Baca Juga:Rotasi Mutasi ASN di Kota Tasikmalaya Sisakan Tanya, Murni Hasil Kajian?Palu, Janji dan Pokir! Cerita di Balik Disepakatinya Pinjaman Bupati Tasikmalaya Rp 230 Miliar
Nada serupa datang dari Kepala Disperindag Kota Tasikmalaya, Sofian Zaenal Mutaqien. Ia memastikan belum ada satu pun izin operasional usaha yang diterbitkan di kawasan itu.
“Sudah kami cek dan koordinasikan dengan beberapa OPD, tapi belum ada izin. Kawasan itu masih berstatus LSD,” jelasnya.
Disperindag pun belum menyusun rencana pengembangan ekonomi di wilayah tersebut karena status lahannya masih dilindungi.
“Kalau bukan kawasan perdagangan, otomatis izinnya tidak akan keluar. Dan mereka juga belum tentu masuk kategori UMKM binaan kami,” tambahnya.
Akibatnya, para pedagang yang terdampak kerusakan bangunan tak bisa menerima bantuan pemerintah.
“Kalau tidak masuk data binaan kami dan tidak punya izin usaha, otomatis tidak bisa diberikan bantuan,” ujar Sofian. (Ayu Sabrina)
