TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pemanfaatan lahan di kawasan sepanjang Jalan Lingkar Utara, atau yang lebih dikenal masih menjadi polemik. Meskipun masuk rawan bencana angin puting beliung, sebagian wilayah di jalur itu masuk dalam kawasan perdagangan.
Komisi III DPRD mengungkapkan padangan berbeda soal aktivitas perdagangan di wilayah Jalan Lingkar Utara (Lingtar). Di mana berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya, sebagian wilayah di situ masuk dalam kawasan perdagangan.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya, Anang Sapa’at mengenai aktivitas perdagangan di wilayah Jalan Lingtar.
Baca Juga:Rotasi Mutasi ASN di Kota Tasikmalaya Sisakan Tanya, Murni Hasil Kajian?Palu, Janji dan Pokir! Cerita di Balik Disepakatinya Pinjaman Bupati Tasikmalaya Rp 230 Miliar
Menurutnya dalam RDTR, sebagian kawasan di sekitar jalan tersebut masuk zona perdagangan dan jasa, dengan catatan berada di luar kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
“Kalau di luar LSD dan sudah sesuai RDTR, boleh membangun asalkan berizin dan mengurus PBG (Persetujuan Bangunan Gedung),” terangnya.
Mengenai bangunan yang ambruk akibat hujan dan angin kencang beberapa waktu lalu, menurutnya hal itu bukan semata karena faktor alam.
Menurutnya bangunan tersebut memiliki masalah dari sisi konstruksinya yang semi permanen, ditambah tidak memiliki izin atau dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Yang kemarin roboh itu bangunan semi permanen. Makanya harus urus PBG. Sampai sekarang tidak berizin,” kata dia.
Ia juga menyinggung soal bangunan pasar modern yang belum menuntaskan proses perizinannya dan hingga kini masih beroperasi.
“Alfamidi itu belum punya PBG. Prosesnya sudah lima bulan karena lokasi awalnya masuk LSD,” sebutnya.
Baca Juga:Sistem Drainase Kota Buruk, Pemkot Tasikmalaya Tak Juga PekaRetak Halus Birokrasi di Kota Tasikmalaya, Kepala Dinas Tak Diajak Diskusi Soal Pelantikan Pegawai
Anang mendorong Dinas PUTR agar lebih aktif melakukan sosialisasi tata ruang kepada warga. Pasalnya dengan menempuh proses izin, keamanan bangunan bisa terukur dan layak fungsi.
“Kasihan masyarakat sudah membangun, kena musibah. PUTR harus sosialisasi, agar sesuai dengan yang diinginkan pembangunan,” tegasnya.
Selain itu, politisi Demokrat tersebut juga menyebut bahwa Jalan Lingkar Utara sejatinya masih berstatus milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Meski begitu, jalan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat dan pelaku usaha kecil sebagai kawasan kuliner.
