Pangandaran Dapat WDP 3 Tahun Berturut-turut, Sarasa Institute Desak Kemendagri Tindaklanjuti Temuan BPK 

Pangandaran Dapat WDP
Direktur Eksekutif Sarasa Institute, Tedi Yusnanda, saat berada di Kemendagri RI belum lama ini. (Istimewa for Radartasik.id)
0 Komentar

PANGANDARAN, RADARTASIK.ID – Predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP) yang diterima Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran selama tiga tahun berturut-turut telah mencuri perhatian banyak pihak.

Predikat WDP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Pangandaran ini, yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola keuangan daerah.

Sarasa Institute, lembaga yang fokus pada pemantauan transparansi keuangan publik, menganggap temuan tersebut sebagai alarm penting bagi pengelolaan anggaran di tingkat daerah dan mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk bertindak.

Baca Juga:Sepenggal Cerita Bergantinya Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen Windiyatno ke Mayjen Bangun NawokoPanduan Lengkap Desain Teras Rumah Minimalis yang Estetik dan Fungsional

Pangandaran Dapat WDP 3 Tahun Berturut-turut

Sarasa Institute menyoroti fakta bahwa Pemkab Pangandaran memperoleh predikat WDP selama tiga tahun berturut-turut (2022-2024), yang menunjukkan adanya ketidakmampuan dalam mengelola keuangan daerah dengan baik.

Menurut Tedi Yusnanda, Direktur Eksekutif Sarasa Institute, hal ini menjadi indikasi kuat adanya masalah sistemik dalam pengelolaan anggaran.

Selain itu, hasil audit BPK menunjukkan bahwa Pemkab Pangandaran berpotensi kehilangan kas daerah sebesar Rp 439,47 miliar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Tedi menyebut, temuan ini lebih dari sekadar catatan administratif. Ini adalah tanda bahaya serius mengenai akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan publik di daerah.

Sarasa Institute juga mengungkapkan bahwa opini WDP yang terus berulang mencerminkan kegagalan Pemkab Pangandaran dalam menindaklanjuti rekomendasi dari BPK dan menunjukkan lemahnya pengawasan internal dalam pemerintahan daerah.

”Fakta ini memperlihatkan bahwa baik kepemimpinan sebelumnya maupun pemerintahan yang sedang berjalan tidak menunjukkan komitmen signifikan untuk memperbaiki sistem keuangan daerah,” ungkap Tedi kepada Radartasik.id, Senin, 3 November 2025.

Keadaan ini tidak hanya mempengaruhi Kabupaten Pangandaran, tetapi juga berdampak pada hubungan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah.

Baca Juga:Hanya 5 yang Ingin Kuliah, Pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik di SMKN 2 Pangandaran Terkendala KomputerISSI Kabupaten Pangandaran Berganti Pemimpin Setelah 3 Bulan: Apa yang Salah dengan Kepemimpinan Sebelumnya?

Menurut Sarasa Institute, kelemahan pengelolaan keuangan daerah berpotensi meningkatkan risiko fiskal nasional.

Tedi Yusnanda menekankan, kebijakan pemerintah pusat untuk memangkas dana transfer ke daerah (TKD) pada 2026 merupakan salah satu sinyal ketidakpercayaan pemerintah pusat terhadap efektivitas pengelolaan keuangan di daerah.

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya menyatakan bahwa adanya selisih data keuangan mencapai Rp 18 triliun antara laporan pemerintah daerah dan sistem keuangan nasional yang dikelola Bank Indonesia, yang perlu segera diselidiki.

0 Komentar