TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Banjir di Kedusunan Cihaseum, Kampung Batubulu, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, pada Jumat (31/10/2025) menyebabkan 7 hektar sawah warga rusak. 14 rumah warga juga terendam saat hujan Jumat sore, pada 31 Oktober 2025 .
Banjir itu bukan aliran air biasa. Ada campuran pasir yang terbawa. Masyarakat mencurigai hal itu terjadi akibat maraknya tambang pasir di kaki Gunung Galunggung. Alam rusak, lingkungan terkena dampak.
Masalah ini pun jadi perbincangan warga di internet. Postingan video banjir di media sosial mendapat ragam komentar pedas dari warganet.
Baca Juga:Dana Transfer Dipangkas, TPP ASN Priangan Timur Terancam PemotonganSoal Pinjaman Pemkab Tasik Rp 230 M, Hj Nurhayati Effendi: Hati-Hati Terpeleset!
“Akibat gunung ditugar diratakeun (akibat gunung dikeruk diratakan, red),” tulis akun @jaxxx pada kolom komentar video di Facebook.
“Nu untung sapihak nu rugi sarerea Leres (yang untung satu pihak yang rugi semua, red),” timpa akun @Ipxxx.
“Matak rek sakumaha resmi na oge LEGALITAS TAMBANG, nu ngarana ngaruksak alam mh moal bisa Di BENER KEUN (mau bagaimanapun legalitas tambang, yang namanya merusak alam tidak bisa dibenarkan, red),” tulis akun @Yaxxx.
“Da ditegur ku sasama manusa mh teu bisa, ngadon teu narima, wayahna ditegur langsung kunu gaduhna mh sugan malikir (Karena ditegur oleh sesama manusia tidak bisa, malah tidak terima, akhirnya ditegur langsung sama yang maha kuasa, barangkali berpikir, red),” jawab akun @anxx.
Sementara itu, Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya meninjau lokasi yang diduga menjadi penyebab banjir di Kedusunan Cihaseum, pada Senin (3/11/2025). Penelusuran lapangan mengungkap bahwa banjir yang merendam rumah warga diduga akibat saluran air yang tersumbat oleh aktivitas pengelolaan pasir batu (Sirtu) oleh salah satu perusahaan tambang milik Endang Juta —sedang menjalani proses hukum di Kejari Kota Bandung.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya, H Gumilar Akhmad Purbawisesa, menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa langsung lokasi banjir di Desa Linggajati dan menemukan indikasi bahwa pengelolaan tambang yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan, terutama jalur air, menjadi penyebab utama.
“Kami menilai bahwa kelalaian perusahaan dalam memperhatikan kondisi alam sekitar, terutama jalur air, telah mengakibatkan tersumbatnya saluran air dan memicu longsor serta banjir yang merendam rumah warga,” ungkap dia.
