TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Selama hampir 40 tahun, seorang warga Purbaratu bernama Usep hidup terbaring dalam keterbatasan tanpa pernah tersentuh bantuan berarti dari pemerintah.
Kisahnya baru mencuat setelah kematiannya, membuka kembali pertanyaan besar tentang sejauh mana sistem kesehatan dan sosial di Kota Tasikmalaya mampu mendeteksi dan mendampingi warga rentan.
Usep lahir pada 1985. Ia tumbuh sehat hingga usia tiga bulan, ketika kejang demam hebat menghentikan seluruh perkembangan tubuhnya.
Baca Juga:Soal Pinjaman Pemkab Tasik Rp 230 M, Hj Nurhayati Effendi: Hati-Hati Terpeleset!Warga Sinagar Kabupaten Tasikmalaya Gelar Doa Bersama untuk Endang Juta
Sejak saat itu, ia tidak lagi mampu berdiri atau berjalan. Tubuhnya mengecil, otot kaku, dan setiap aktivitas dilakukan dengan bantuan keluarga. Selama hidupnya, ia hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat sederhana yang dimengerti oleh orang terdekat.
Meski memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), keluarga mengaku tidak pernah menggunakan fasilitas itu karena tidak tahu prosedurnya.
Ketua RW 06 Kampung Golempang, Asep, mengatakan warga sekitar sudah berulang kali melapor ke pihak kelurahan dan dinas sosial agar ada bantuan, namun tidak pernah ada tindak lanjut.
Dewan Pertimbangan DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Tasikmalaya, Drs Unang Arifin Hidayat MKes menilai bahwa kondisi Usep adalah cerminan lemahnya sistem deteksi dini dan koordinasi antarinstansi pemerintah di tingkat lokal.
Menurutnya, kasus seperti itu seharusnya bisa diketahui dan ditangani jauh sebelum menimbulkan penderitaan berkepanjangan.
“Kalau kondisinya seperti tersebut, seharusnya ada koordinasi lintas sektor. Puskesmas setempat bersama perangkat kelurahan dan kader kesehatan mestinya sudah turun sejak awal untuk menentukan kondisi medisnya dan menindaklanjuti dengan rujukan atau intervensi sosial,” ujarnya kepada Radar Tasikmalaya, Minggu (2/11/2025).
Unang menjelaskan, sistem kesehatan berbasis masyarakat sebenarnya dirancang untuk mendeteksi kasus semacam ini.
Baca Juga:Usai Dilimpahkan ke Kejari Bandung, Bos Pasir Galunggung Kini Dititip di Lapas KebonwaruMasih Tak Percaya Bos Pasir Galunggung Ditahan, Netizen: Maenyak Loba Duit Dipenjara?
Di tingkat bawah, ada kader Posyandu, RT, RW, hingga puskesmas yang berperan sebagai garda depan.
Namun, sering kali rantai koordinasi ini terputus karena lemahnya pemantauan, kurangnya data mutakhir, dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelaporan kesehatan.
“Kalau jalur koordinasi berjalan, tidak mungkin ada warga yang hidup dalam kondisi seperti itu selama puluhan tahun tanpa penanganan. Ini bukan hanya tanggung jawab medis, tapi juga sosial,” tegasnya.
