Soal Pinjaman Pemkab Tasik Rp 230 M, Hj Nurhayati Effendi: Hati-Hati Terpeleset!

pinjaman daerah kabupaten tasikmalaya
Hj Nurhayati saat sosialisasi tahun 2024 lalu.
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Anggota DPR RI Komisi IX periode 2014-2024, Hj Nurhayati Effendi, menghargai langkah Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang berupaya memperbaiki infrastruktur melalui skema pinjaman Rp 230 Miliar dengan PT SMI. Terlebih sudah dimasukkan ke dalam RPJMD.

Namun, dirinya menyarankan agar setiap utang publik harus disertai dengan perencanaan matang, transparansi penuh, dan pengawasan berlapis.

“Pinjaman daerah hanya bisa disebut solusi bila benar-benar menjadi investasi produktif —bukan beban fiskal jangka menengah yang menekan APBD dan pelayanan publik,” ujarnya kepada radartasik.id, Sabtu 1 November 2025.

Baca Juga:Warga Sinagar Kabupaten Tasikmalaya Gelar Doa Bersama untuk Endang JutaUsai Dilimpahkan ke Kejari Bandung, Bos Pasir Galunggung Kini Dititip di Lapas Kebonwaru

Menurut Hj Nurhayati, publik Kabupaten Tasikmalaya berhak tahu daftar proyek, nilai, dan dampak ekonominya. Sebab, tambah dia, pinjaman sebesar ini wajib memiliki manfaat ekonomi yang terukur dan melibatkan publik dalam pengawasannya.

“Tanpa kejelasan daftar ruas jalan, lokasi, kontraktor, dan mekanisme pengawasan, pinjaman ini berpotensi kehilangan legitimasi sosial,” terangnya.

Dia menambahkan proyeksi PAD dan asumsi peningkatan PKB harus diuji secara realistis. Utang tidak boleh menjadi beban APBD atau menggerus alokasi untuk pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar masyarakat.

“Di sini perlu diluruskan bahwa istilah PKB dalam konteks pinjaman ini bukan Partai Kebangkitan Bangsa, melainkan Pajak Kendaraan Bermotor — salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya menyebut peningkatan penerimaan PKB sebagai dasar kemampuan membayar pinjaman Rp 230 miliar,” paparnya menjelaskan.

Namun justru di sinilah letak persoalan krusial: asumsi fiskal tersebut sangat spekulatif. Tidak ada jaminan bahwa kondisi jalan yang membaik otomatis meningkatkan penerimaan PKB.

Sebab kepatuhan wajib pajak, sistem penagihan, dan efektivitas pengawasan kendaraan jauh lebih menentukan daripada sekadar kualitas infrastruktur. Karena itu, proyeksi fiskal seperti ini harus diuji secara independen dan berbasis data, bukan sekadar diyakini.

“Apalagi Fraksi PKB dan PDI-Perjuangan di DPRD justru menolak rencana pinjaman ini —menandakan sebagian wakil rakyat melihat potensi beban fiskal besar tanpa kepastian manfaat ekonomi sepadan. Langkah kritis mereka patut dihargai sebagai bentuk check and balance politik yang sehat di daerah,” paparnya

0 Komentar