Program Gubernur Jabar di Sektor Pendidikan Tak Terdengar Lagi Gaungnya, Begini Kondisinya di Kota Tasikmalaya

gubernur jawa barat Dedi Mulyadi
Tangkapan layar Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat menghadiri acara \"Abdi Nagri Nganjang ka Warga\" di Pangandaran akhir pekan kemarin, Sabtu malam 25 Oktober 2025.
0 Komentar

“Sejauh ini, kami belum menerima informasi maupun temuan langsung terkait program barak militer di Kota Tasikmalaya. Namun kami tetap melakukan pemantauan dan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan setiap kebijakan yang melibatkan anak tetap sejalan dengan prinsip perlindungan anak,” ujarnya, Kamis (23/10/2025) lalu.

Azka menilai kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.30 bisa relevan di sebagian wilayah yang memiliki akses transportasi memadai. Namun untuk daerah dengan jarak tempuh jauh dan transportasi terbatas, kebijakan itu justru bisa menimbulkan persoalan baru.

“Kami khawatir anak-anak yang tinggal jauh dari sekolah bisa mengalami kelelahan fisik, keterlambatan, bahkan peningkatan risiko putus sekolah karena biaya transportasi yang membebani orang tua,” katanya.

Baca Juga:Masih Tak Percaya Bos Pasir Galunggung Ditahan, Netizen: Maenyak Loba Duit Dipenjara?Sindiran Gubernur Jabar untuk Pangandaran: Wajah Bupati Glowing Tapi Wilayahnya Banyak Sampah Berserakan

Ia juga memberi catatan terhadap program pendidikan berbasis militer. Jika tidak diawasi dengan pendekatan psikologis dan prinsip perlindungan anak, program itu berpotensi menimbulkan tekanan mental bagi siswa.

“Menurut kami, prosesnya harus dijalankan secara transparan dan melibatkan berbagai stakeholder perlindungan anak agar tetap berpihak pada kepentingan terbaik anak,” ujar Azka menegaskan.

Menurutnya, setiap daerah memiliki karakteristik dan tantangan berbeda. Idealnya, pemerintah daerah tidak hanya mengikuti arahan provinsi, tetapi juga membaca realitas sosial dan kesiapan sarana prasarana di wilayah masing-masing.

KPAD Tasikmalaya lebih mendorong penguatan konsep sekolah ramah anak atau pesantren ramah anak yang sebelumnya telah diluncurkan di Kecamatan Bungursari.

“Penting juga melibatkan sekolah, orang tua, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat agar dapat bersama-sama menyelesaikan persoalan anak secara lebih komprehensif. Perubahan memang tidak bisa instan, tetapi dengan pendekatan yang sistematis, kolaboratif, dan berkelanjutan, hasilnya akan lebih berdampak dan melindungi hak anak secara utuh,” tutur Azka.

Sementara itu, kebijakan pembatasan aktivitas pelajar di luar rumah antara pukul 21.00 hingga 04.00 WIB yang mulai diberlakukan 1 Juni lalu kini juga tak lagi berjalan intens. Di awal penerapan, aparat gabungan dari kepolisian, TNI, Satpol PP, hingga Dinas Pendidikan sempat turun ke lapangan menjaring pelajar yang masih berada di tempat publik pada malam hari. Kini, kegiatan itu hanya dilakukan sesekali.

0 Komentar