TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Serangkaian kebijakan pendidikan dan sosial yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sempat menyita perhatian publik karena dinilai tegas dan cepat. Namun seiring waktu, gema berbagai kebijakan itu perlahan mereda.
Dari aturan jam masuk sekolah lebih pagi, program barak militer bagi siswa bermasalah, larangan bawa motor ke sekolah, larangan study tour ke luar Jawa Barat, hingga pembatasan aktivitas malam untuk pelajar, kini banyak di antaranya tak lagi menjadi pembahasan utama di daerah.
Salah satu kebijakan yang sempat menuai sorotan ialah aturan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB untuk seluruh jenjang pendidikan di Jawa Barat. Kebijakan yang awalnya dimaksudkan untuk menanamkan kedisiplinan itu memunculkan perdebatan karena dinilai tidak memperhatikan kondisi sosial dan geografis di tiap daerah.
Baca Juga:Masih Tak Percaya Bos Pasir Galunggung Ditahan, Netizen: Maenyak Loba Duit Dipenjara?Sindiran Gubernur Jabar untuk Pangandaran: Wajah Bupati Glowing Tapi Wilayahnya Banyak Sampah Berserakan
Di Kota Tasikmalaya, pemerintah daerah secara tegas memilih menyesuaikan dengan kearifan lokal. Sekolah di kota ini tetap masuk pukul 07.00 WIB untuk jenjang SD dan SMP, berbeda dengan ketentuan gubernur.
Selain kebijakan jam sekolah, Dedi Mulyadi juga menginisiasi program pendidikan karakter berbasis militer bagi siswa bermasalah di beberapa kabupaten dan kota. Program ini disebut bertujuan membentuk generasi muda yang lebih disiplin dan berakhlak. Namun, di Kota Tasikmalaya, program serupa belum pernah direalisasikan meski sempat direncanakan.
Sedangkan untuk program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang juga digagas gubernur, sejumlah sekolah SMA/SMK di Kota Tasikmalaya telah menjalankannya. Lewat program ini gubernur meminta tiap sekolah menambah kuota jumlah siswa dalam tiap rombongan belajar (rombel) menjadi 50 orang per kelas. Padahal jumlah idealnya sekitar 30 siswa per kelas.
Kini, kabar kelanjutan program-program tersebut tak lagi terdengar. Bahkan mereda. Bahkan untuk program PAPS, tak ada lagi pihak sekolah ataupun narasumber yang bersedia diwawancara karena alasan tertentu.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya, Azka Sudrajat, menilai sederet kebijakan yang dikeluarkan gubernur menunjukkan keinginan kuat untuk menampilkan langkah konkret dalam menangani fenomena sosial anak di Jawa Barat. Namun, kebijakan tersebut tetap perlu dievaluasi agar sejalan dengan prinsip perlindungan anak.
