RADARTASIK.ID – Pemilik AC Milan, Gerry Cardinale, menepis tudingan bahwa dirinya hanya ingin mencari keuntungan finansial dari klub yang dibelinya lewat RedBird Capital.
Dalam wawancara eksklusif di podcast Amerika The Varsity, Cardinale menegaskan bahwa ambisinya jauh melampaui urusan uang.
Ia ingin mengubah Milan menjadi kekuatan modern yang stabil secara ekonomi, seperti yang pernah dilakukan Silvio Berlusconi di masa kejayaan Rossoneri.
Baca Juga:Jurnalis Italia Anggap Juventus Ikuti Jejak Moratti di Inter Milan: Hobi Pecat PelatihLa Gazzetta: Inter Marah Conte Sindir Marotta, Anggap Pelatih Napoli Tak Lagi Hormati Mantan Klubnya
“Dalam tiga tahun memiliki AC Milan, kami mencatat arus kas positif untuk pertama kalinya dalam 17 tahun,” kata Cardinale.
“Dan saya tidak menyimpan uang itu untuk diri saya sendiri. Semua kami investasikan kembali ke dalam tim. Kami menghabiskan lebih banyak daripada klub Serie A lainnya di jendela transfer musim panas lalu, dan kami sedang membangun stadion baru,” lanjutnya.
“Ini bukan soal mengantongi uang, tapi soal mengubah profil keuangan Milan agar setara dengan klub Liga Premier,” tegasnya.
Cardinale secara terbuka mengakui bahwa ia terinspirasi oleh sosok legendaris Silvio Berlusconi, pemilik yang mengubah wajah AC Milan pada era 1980-an dan 1990-an.
“Saya bilang, ‘Saya Berlusconi 2.0,’ dan tim PR saya langsung panik,” ujarnya sambil tertawa.
“Tapi maksud saya jelas: saya ingin berinovasi, sama seperti Berlusconi atau George Steinbrenner di masa mereka. Bedanya, sekarang semuanya jauh lebih mahal. Ada miliarder, ada dana kekayaan negara, dan ekosistem olahraga yang sulit berubah,” jelasnya.
Menurut Cardinale, kesuksesan modern tidak lagi bergantung pada seberapa besar uang yang dibelanjakan, tetapi lebih pada struktur finansial yang lebih sehat.
Baca Juga:Media Italia: Inter Milan Bisa Buat Pioli Dipecat FiorentinaDel Piero Tak Setuju Bergomi Mengatakan Inter Bukan Tim Terkuat: Mereka Dua Kali ke Final Liga Champions
“Banyak yang berpikir semakin besar pengeluaran, semakin besar peluang menang. Tapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Ketika saya membeli Milan, saya membayar dengan valuasi 3,5 kali pendapatan klub,” ungkapnya.
“Bandingkan dengan Manchester City atau Chelsea, yang mencapai 6–7 kali lipat. Saya rasa itu kesepakatan bagus,” tambahnya.
“Namun masalah utamanya adalah: mengapa tidak menghitung berdasarkan arus kas? Karena saat itu, tidak ada arus kas sama sekali,” bebernya.
