Setahun Setelah Pencemaran, Sungai Cipajaran Masih Belum Pulih Sempurna

Pencemaran Sungai Cipajaran di Kota Tasik
Salah seorang warga menutup hidung saat mengambil sampel air Sungai Cipajaran tahun 2024 lalu. (Ayu Sabrina/radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Setahun lalu, Radar meliput pencemaran yang terjadi di Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya.

Kala itu, Sungai Cipajaran menjadi sorotan: airnya berubah warna, baunya menyengat, ikan-ikan di kolam warga mati, dan kulit mereka gatal setiap kali bersentuhan dengan air.

Kini, setahun berselang, sungai itu masih mengalir. Tapi kehidupan di sekitarnya tak lagi sama.

Baca Juga:HUT Presiden Prabowo dan Kota Tasik Jadi Momentum Pengingat Perjuangan Gerindra Jawa Barat!Minta Dukungan Pembinaan, Sekolah Sepak Bola di Kota Tasikmalaya ini Silaturahmi ke DPRD

Di Kampung Sinargalih RW 7, air sungai memang tak lagi sepekat dulu. Namun, aroma limbah masih sesekali datang bersama angin sore.

Warga tak lagi menunggu keajaiban. Mereka sudah terbiasa menutup pintu rapat-rapat agar bau tak masuk ke rumah.

“Kalau sekarang mah memang tidak separah dulu, tapi masih sering bau. Airnya juga berubah-ubah, kadang berbusa,” kata Agus, Ketua RW 7, saat ditemui Senin (21/10/2025).

Namun, bukan hanya pencemaran yang mereka tanggung, melainkan perubahan gaya hidup yang tak pernah mereka duga.

Dulu, Cipajaran bukan sekadar aliran air. Ia adalah ruang bermain anak-anak, tempat ibu-ibu mencuci sambil bercakap, dan sumber penghidupan puluhan keluarga yang menggantungkan nasib pada kolam ikan di sepanjang alirannya. Kini, semuanya tinggal kenangan.

“Dulu tiap sore rame, bocah-bocah mandi, adu perahu daun, ketawa di sungai. Sekarang mah teu aya deui (tak ada lagi, red). Teu aya nu wani (tak ada yang berani, red),” ujar Eruh Ruhyati (55), warga yang sejak kecil hidup di bantaran sungai itu.

Kolam-kolam ikan di halaman belakang rumah kini kering dan retak. Dari ratusan kolam, nyaris tak ada lagi yang berisi benih.

Baca Juga:Tayangan Tentang Ponpes Lirboyo Mengundang Gelombang Protes Kalangan Santri di PriatimAnggota DPRD Jawa Barat Diadukan Menghilangkan Mobil Hasil Penggelapan!

“Airnya tidak bisa dipakai. Kalau diisi ikan, pasti mati,” tambahnya lirih.

Pencemaran yang dulu dianggap sementara, ternyata meninggalkan bekas panjang—bukan hanya pada air, tapi juga pada budaya hidup masyarakatnya. Warga kehilangan kebiasaan yang selama puluhan tahun membentuk identitas kampung mereka.

Trauma dan Pergeseran Peluang

Selain kehilangan kebiasaan, warga juga kehilangan kesempatan. Kolam ikan yang dulu menjadi sumber pendapatan, kini hanya tersisa sebagai kubangan kering. Beberapa warga yang dulu beternak ikan terpaksa beralih menjadi buruh harian atau pedagang kecil.

0 Komentar