“Setelah kami tanyakan, ternyata memang masa HGU sudah habis. Berdasarkan Permendes Nomor 8 Tahun 2024 dan Reformasi Agraria, lahan tersebut seharusnya dikembalikan kepada negara,” ujarnya.
Menurut Awan, desa tidak bermaksud memiliki lahan tersebut, melainkan hanya ingin mengelola secara legal melalui BUMDes atau koperasi.
“Tanah itu milik negara, tapi masyarakat bisa mengelolanya secara resmi. Kalau dikelola desa, dampaknya akan positif bagi ekonomi lokal,” katanya.
Baca Juga:Hadirkan Tata Kelola Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya yang Modern, Inovasi E-GIFT Jadi SolusinyaDinas PUTRLH Kabupaten Tasikmalaya Gerak Cepat Lakukan Perbaikan di Ruas Jalan Salopa-Manonjaya
Kedatangan para kepala desa itu juga direspons oleh Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Ketua Komisi I Andi Supriyadi menyatakan, pihaknya memfasilitasi pertemuan agar BPN dapat memberikan penjelasan resmi mengenai status lahan tersebut.
“Kami ingin ada kejelasan dari BPN agar masyarakat tidak bingung. Prinsipnya, lahan negara harus memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Andi menambahkan, langkah ini sejalan dengan arah kebijakan pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto yang mendorong pemanfaatan lahan negara untuk ketahanan pangan nasional.
“Sudah selayaknya tanah negara dikelola masyarakat untuk mendukung program ketahanan pangan,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD, Asep Muslim, mendorong BPN segera berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN agar persoalan tidak menimbulkan gejolak di lapangan.
“Pengelolaan tanah negara harus sesuai aturan dan tetap menjaga kondusivitas wilayah. Jika dikelola masyarakat, tentu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka,” katanya. (ujg)