Mahasiswa Sentil Pemerintah di HUT ke-24 Kota Tasikmalaya

hut kota tasikmalaya
Sejumlah pelajar dan ASN mengikuti upacara peringatan HUT Kota Tasikmalaya ke-24 di halaman Bale Kota, Jumat 17 Oktober 2025. (Firgiawan/radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dalam momentum sakral Hari Jadi ke-24 Kota Tasikmalaya, mahasiswa menyampaikan kritik terhadap kinerja Pemerintah Kota.

Mereka menilai, capaian pembangunan yang dipertontonkan selama ini jauh dari harapan rakyat, terutama dalam pemenuhan pelayanan dasar dan pengentasan kemiskinan.

Sekretaris PMII Komisariat Unper Tasikmalaya, Munawar, menegaskan bahwa peringatan hari jadi seharusnya menjadi ajang refleksi dan evaluasi menyeluruh, bukan sekadar seremoni tahunan tanpa makna substantif.

Baca Juga:HUT Presiden Prabowo dan Kota Tasik Jadi Momentum Pengingat Perjuangan Gerindra Jawa Barat!Minta Dukungan Pembinaan, Sekolah Sepak Bola di Kota Tasikmalaya ini Silaturahmi ke DPRD

“Hari Jadi Kota Tasikmalaya ke-24 seharusnya menjadi puncak perenungan dan titik balik, bukan hanya seremoni yang berulang-ulang tanpa makna. Ironis, di tengah gegap gempita perayaan dengan anggaran besar, justru yang menonjol adalah euforia pejabat dalam kegiatan simbolis. Sementara rakyat masih menanggung kemiskinan, pendidikan rendah, dan layanan kesehatan yang carut-marut,” ujarnya kepada Radar, Jumat (17/10/2025).

Menurutnya, di tingkat akar rumput kinerja pemerintah terkesan senyap dan tidak menunjukan hal yang signifikan.

“Kami menuntut agar pemerintah menghentikan pesta simbolik dan segera berfokus pada solusi konkret yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.

Sejurus dengan itu, Ketua PMII Komisariat Unper Tasikmalaya Irham Ikhwani menilai, peringatan hari jadi harus menjadi momentum muhasabah bagi para pemimpin daerah. Ia menyoroti kenyataan pahit bahwa Tasikmalaya masih menempati posisi dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Barat, yakni berkisar antara 11,10 hingga 11,53 persen.

“Ini tamparan keras yang membuktikan bahwa program pengentasan kemiskinan hanya basa-basi. Pemerintah gagal menciptakan perubahan berkelanjutan,” ucapnya.

Irham menyebut ada tiga krisis utama yang harus menjadi fokus pemerintah, krisis pelayanan kesehatan, jurang kesenjangan pendidikan, dan lemahnya kebijakan pengentasan kemiskinan.

Pertama, kata dia, krisis kesehatan tercermin dari buruknya pelayanan di RSUD dr. Soekardjo.

Baca Juga:Tayangan Tentang Ponpes Lirboyo Mengundang Gelombang Protes Kalangan Santri di PriatimAnggota DPRD Jawa Barat Diadukan Menghilangkan Mobil Hasil Penggelapan!

“Manajemen antrean kacau, obat-obatan esensial sering langka, dan administrasi tidak transparan. Kami menuntut dilakukan audit total terhadap manajemen RSUD,” tegasnya.

Kedua yakni mengenai masalah kesenjangan pendidikan yang makin lebar di masyarakat. Di mana masih banyak anak jalanan yang tak tersentuh pendidikan, akses kuliah bagi masyarakat bawah juga rendah karena faktor ekonomi.

“Pendidikan kini jadi barang mewah,” tuturnya.

0 Komentar