Peluang Tipis Perajin Payung Geulis di Kota Tasikmalaya: Permintaan Makin Jarang, Hanya Mengandalkan Event

pembuat payung geulis di kota tasikmalaya
Keluarga Mak Iyah masih setia membuat payung geulis meski permintaannya kini terus menurun. (Ayu Sabrina/radartasik.id)
0 Komentar

Bagi Sandi, akar masalahnya bukan hanya pada event tahunan yang tak lagi menyertakan mereka. Lebih dalam, kata dia, ada jarak antara pemerintah dan para pengrajin yang kian sulit bertahan. “Bagi masyarakat kota, payung geulis itu mungkin sudah enggak aneh. Tapi bagi kami, itu napas ekonomi. Kami yang pendidikannya enggak tinggi, mau kerja apa lagi?” singgungnya.

Sandi mencoba beradaptasi. Ia pernah berkolaborasi dengan mahasiswi seni dari ITB untuk membuat prototipe payung geulis modern. Namun, pasar digital pun tak mudah ditembus tanpa dukungan nyata.

“Sekarang era digital. Kalau enggak menguasai, ya tertinggal. Tapi sampai sekarang belum ada pelatihan atau promosi dari pemerintah supaya pengrajin bisa go digital,” tuturnya.

Baca Juga:Tayangan Tentang Ponpes Lirboyo Mengundang Gelombang Protes Kalangan Santri di PriatimAnggota DPRD Jawa Barat Diadukan Menghilangkan Mobil Hasil Penggelapan!

Ironisnya, di kota yang menjadikan payung geulis sebagai ikon, justru antusiasme warganya mulai menipis. “Orang Tasik udah enggak heran sama payung geulis. Tapi kalau di luar kota, responsnya bagus. Bahkan di Bandung, payung geulis dijadikan kurikulum sekolah. Di sini, tidak ada,” kata Sandi.

Produksi pun kini tak lebih dari 500 unit per bulan. Harga payung geulis bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga lebih dari Rp 1 juta, tergantung bahan dan ukuran. Tapi angka itu tak banyak membantu jika pesanan jarang datang.

“Harapan saya cuma satu. Semoga payung geulis tetap hidup. Pemerintah tolong lihat lagi ke lapangan. Banyak pengrajin yang sudah ‘sekarat’. Generasi muda enggak mau terjun ke seni ini karena butuh ketekunan —dan karena hidup dari sini makin susah,” ucap Sandi pelan.

Dan di antara lembaran kain dan kuas rambutnya, Mak Iyah masih menatap payung yang separuh jadi. Ia melanjutkan sapuan terakhir, perlahan, seolah menyadari bahwa setiap goresan mungkin menjadi yang terakhir dari sebuah warisan yang kian dilupakan kotanya sendiri. (Ayu Sabrina)

0 Komentar