Bandul Desentralisasi Fiskal Daerah Mulai Berbalik Arah, Pemerintah Pusat Ambil Alih Kendali?

Dana transfer ke daerah kota tasikmalaya
gambar ilustrasi: AI
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – selama lebih dari dua dekade, desentralisasi fiskal telah menjadi denyut kehidupan pemerintahan di daerah.

Ia seperti air yang mengalir ke sawah-sawah pelayanan publik: memberi napas pada gaji guru, menyalakan lampu puskesmas, membeli obat generik, hingga menambal jalan lingkungan yang rusak.

Semua itu bersumber dari kantong besar bernama transfer ke daerah (TKD).

Baca Juga:Tayangan Tentang Ponpes Lirboyo Mengundang Gelombang Protes Kalangan Santri di PriatimAnggota DPRD Jawa Barat Diadukan Menghilangkan Mobil Hasil Penggelapan!

Namun, rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2026 menghadirkan kejutan besar. Jumlah TKD yang semula mencapai sekitar Rp919,9 triliun pada 2025, turun drastis menjadi kisaran Rp693 triliun.

Bagi banyak pemerintah daerah, angka ini seperti lampu kuning: tanda bahwa arah kebijakan fiskal mungkin tengah membelok. Pertanyaan pun muncul—apakah negara sedang menapaki jalan mundur menuju sentralisasi?.

Pemerintah pusat pun buru-buru memberi penjelasan. Mereka menyebut uangnya tetap turun ke daerah, hanya saja bentuk dan jalurnya diubah.

Jika dulu dana mengalir ke kas daerah dalam bentuk transfer, kini sebagian besar akan diwujudkan sebagai proyek kementerian/lembaga di daerah. Tujuannya, kata pemerintah, agar pengelolaan anggaran lebih efisien, standar layanan publik lebih seragam, dan program nasional bisa dijalankan serentak di seluruh wilayah.

Namun, perubahan skema ini juga berarti perubahan kendali. Setir dan remnya kini banyak dipegang Jakarta.

Pemerintah pusat yang menentukan arah, sementara pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana lapangan.

Dalam teori birokrasi, pendekatan ini bisa meningkatkan keseragaman, tetapi dalam praktik, bisa pula menimbulkan jarak baru antara kebijakan dan kebutuhan warga.

Baca Juga:Masuk PNS Berprestasi Jabar, Dua ASN Kota Tasikmalaya Diuji Para Dosen Kampus TernamaKetua DPD Gerindra H Amir Mahpud Bersyukur Tokoh Jawa Barat Diangkat Jadi Wamendagri!

Sebab, anggaran bukan sekadar tabel angka, ia adalah arsitektur insentif yang menentukan siapa yang memegang kendali atas pelayanan publik.

TKD—terutama Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH)—selama ini memberi “oksigen” bagi urusan yang tak menonjol di mata publik, tetapi krusial di lapangan: bensin ambulans, lampu puskesmas, kapur tulis sekolah, hingga batu kerikil untuk menutup lubang di jalan desa.

Ketika ruang fiskal daerah menyempit terlalu cepat, pilihan mereka menjadi terbatas. Biasanya, pemda mulai memangkas pemeliharaan, menunda kegiatan, atau mengurangi jam layanan.

0 Komentar