TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Beberapa video aksi protes siswa dan guru salah satu SMK swasta di Kabupaten Tasikmalaya beredar di Whatsapp dan media sosial. Para pelajar membentangkan kain yang ditulisi cat semprot berisi tuntutan pemecatan kepala sekolah.
Dari penelusuran Radar, video itu merupakan aksi protes yang dilakukan para pelajar SMK Nurul Ilmi di Kecamatan Cibalong. Sekolah kejuruan yang berada di bawah yayasan milik almarhum H Ukman Sutaryan —mantan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 1998— itu kini dikelola oleh pasangan suami-istri yang masing-masing menjabat sebagai kepala sekolah dan ketua yayasan.
Dari keterangan beberapa warga sekolah, persoalan berawal dari pengelolaan uang SPP dan biaya kegiatan siswa yang dianggap tidak transparan. Para siswa dan guru sama-sama mempertanyakan kejelasan penggunaan dana sekolah serta janji-janji fasilitas yang tak kunjung dipenuhi. Kondisi ini disebut sudah berlangsung cukup lama dan mulai berdampak pada kegiatan belajar mengajar.
Baca Juga:Tayangan Tentang Ponpes Lirboyo Mengundang Gelombang Protes Kalangan Santri di PriatimAnggota DPRD Jawa Barat Diadukan Menghilangkan Mobil Hasil Penggelapan!
“Sebetulnya sudah hampir dua tahun seperti ini. Guru-guru tidak menerima honor kegiatan, termasuk untuk PKL, padahal uang dari siswa sudah masuk,” ujar salah satu sumber yang meminta namanya tak disebut kepada Radar, Senin (13/10/2025).
Ia memaparkan bahwa di sekolah itu, setiap siswa dikenakan SPP sebesar Rp85.000 dan biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL) sebesar Rp650.000. Dengan jumlah siswa mencapai 226 orang, dana yang terkumpul semestinya cukup untuk menunjang operasional sekolah. Namun kenyataannya, banyak fasilitas yang tidak berfungsi dan sebagian kegiatan belajar terhambat.
“Ruang praktik malah makin terbatas. Accu yang digunakan untuk praktik hilang. Katanya dibawa untuk diperbaiki, tapi tidak pernah kembali,” ujarnya.
Kepala sekolah yang baru menjabat sejak Januari 2025 sempat menjanjikan peningkatan fasilitas belajar —dari AC di setiap kelas, Wi-Fi, hingga dana Rp2 juta per bulan untuk tiap kelas. Namun janji tersebut belum terealisasi hingga saat ini.
“Mobil sekolah juga dijual oleh yayasan, katanya untuk membayar honor guru. Tapi guru-guru tetap belum menerima honor,” kata sumber itu menambahkan.
